"I'm going home in two days," aku teringat kata-katanya. "My vacation is over."
"I know. I overheard your convo with Kim. Will you come back to Jakarta?"
"Tergantung. Kim bilang kamu enggak mau menerima donor. Kenapa, Sakura?"
"Aku sudah sakit sejak bayi. Belum lagi dokter bilang tingkat keberhasilannya cuma 40%. Kalaupun tubuhku menerima jantung baru itu, pemulihannya akan lama sekali. Aku enggak tahu apa aku sanggup."
"Harus bisa!" Ji Won setengah membentak. Aku terkesiap.
"Kenapa kamu yang ngotot?"
"Karena aku akan balik lagi ke Jakarta dan aku mau kamu yang menjemputku di bandara. Menemaniku ke mana-mana. Cuma kamu, Sakura, alasanku kembali ke Indonesia. Meninggalkan semua yang ada di Seoul, karena aku...."
"Stop, Ji Won!" aku ganti membentaknya. "Hidupmu sempurna di Seoul. Mahasiswa seni yang brilian. Punya pacar cantik bernama Eun Jung. Kamu mau menyerah demi orang penyakitan seperti aku? Gila!"
"Makanya lakukan operasi itu. Kamu akan sama sehatnya dengan gadis mana pun di dunia ini. Lakukan ya, supaya enggak ada alasan lagi kamu menjauh dariku."
Aku ingat semangatnya yang membara saat memaksaku menerima donor jantung. Bagaimana bisa kuabaikan sorot mata teduhnya yang penuh cinta itu? Aku jadi sesak napas. Dari dulu, aku menghindari untuk dicintai. Aku cuma gadis dengan penyakit jantung bawaan dan bisa mati kapan saja. Kalau kau dalam kondisi seperti itu, maka jatuh cinta adalah kemewahan yang seumur hidup tak boleh kau cicipi.