Demi Rindu dan Sakura

By Astri Soeparyono, Kamis, 6 November 2014 | 17:00 WIB
Demi Rindu dan Sakura (Astri Soeparyono)

"Aku," Sakura melepaskan kecupannya dan menatapnya dalam-dalam. Lalu dia membisikkan sesuatu yang sejak dulu Ji Won tunggu. Pertanyaan yang mengambil alih kewarasannya selama ini. "...mencintaimu sejak pertama kita bertemu."

Aliran darah Ji Won berdesir kencang sehingga membuat kepalanya berdenyut-denyut nyeri. Sakura tersenyum lalu memeluknya, lebih erat dari sebelumnya.

"I love you."

"Ji Won!"

Pemuda itu tersentak. Semesta kelam tadi sekejap pecah semburat dan menerjunkannya kembali ke jalan setapak di salah satu sudut Hongik University Area. Orang-orang riuh. Tawa-tawa hangat khas musim semi. Wajah-wajah merona oleh cinta berbaur dengan merah jambunya bunga Sakura.

Demi Rindu dan Sakura

"Ji Won! Bengong, ya?" panggil suara itu sambil menarik ujung baju hangat Ji Won dengan kencang. "Aku mau makan. Lapar. Chicken Curry ya?"

"Eun Jung?" Ji Won mengerjapkan matanya beberapa kali. "Aku..." Ji Won masih berusaha mengembalikan kewarasannya. Mana Sakura? Bukankah tadi dia di sini, di dalam pelukannya, mengecupnya? Bahkan hangat bibirnya masih jelas tertinggal.

"Ji Won! Kamu tidak mendengarkan, ya?" Eun Jung mengerutkan bibir. Wajahnya yang imut terlihat makin menggemaskan. Tapi Ji Won sedang tidak ingin tertawa.

 

Biip biip... ponsel di balik baju hangatnya bergetar. Alasan sempurna untuk melepaskan rengkuhan Eun Jung yang mendadak membuatnya sesak napas. Kim. Tidak biasanya Kim mengiriminya pesan singkat.

"Operasi Sakura gagal. Dia meninggal sejam lalu."

Dingin merayapi tengkuk Ji Won, lalu merembet di sepenjuru tubuhnya. Jejak bibir itu masih hangat. Pelukan itu masih erat mendekap. Satu lagi kuntum sakura melayang jatuh di helai kelam rambut Eun Jung yang panjang. Matanya berbinar penuh ingin tahu. Ji Won mengulurkan tangan dan mengambilnya, lalu meremasnya kuat-kuat.

"Ayo pergi," ujar Ji Won menahan pahit di dadanya. Eun Jung merangkul pemuda itu. Seharusnya hangat. Eun Jung kekasihnya, bukan Sakura. Ah, sudahlah. Seperti bunga sakura yang mekar di musim semi hanya untuk berguguran di musim gugur, serupa itulah perasaannya pada Sakura. Merekah saat dia berkunjung ke Indonesia bulan lalu, dan kini tengah berguguran, entah sampai kapan.

 

Mungkin selamanya.

 

Desau angin membuat ranting-ranting berhias kelopak sakura mengangguk-angguk. Aku tersenyum lega. Ji Won menatapku dengan sepasang matanya yang tak pernah berhenti kurindukan. Aku menciumnya. Benar kan, bibirnya lembut seperti lelehan madu. Akhirnya, aku berani. Demi Tuhan dan demi waktu yang akhirnya berhenti berdetik, aku bisa mengatakannya. Tidak ada penyesalan. Tidak ada keraguan.

Aku jatuh cinta. Mencintai Ji Won sampai detik terakhir hidupku.

Kini sinar putih di ujung jalan sana tak terlihat lagi menakutkan. Hangat. Wangi. Tubuhku makin lama makin ringan. Aku bisa merasakan diriku melayang-layang. Sekali lagi kulihat Ji Won. Walau gadis manis bernama Eun Jung itu menggelayut manja dan mencelotehkan lelucon, sorot matanya tetap sayu oleh kesedihan yang siap meruntuhkan.

Ah, maafkan aku yang telah mencipta lubang hitam di hatimu, Ji Won. Lubang hitam yang mengisap seluruh bahagia yang kau punya. Sekali lagi, maafkan aku.

(oleh: anggun prameswari, foto: weheartit.com, tumblr.com)