Capten

By Astri Soeparyono, Jumat, 8 Agustus 2014 | 16:00 WIB
Capten (Astri Soeparyono)

Aku duduk tersengal di pinggir lapangan dengan botol mineral yang sudah setengahnya habis ku minum. Aku menyeka keringat di dahi, duduk dan kemudian meluruskan kakiku.

Hari ini, aku tak tahu mengapa aku mengikuti tes seleksi untuk tim basket putri sekolahku, hm, lebih tepatnya sekolah baruku sih. Please, aku belum pernah melakukan olahraga seberat ini sebelumnya. Entahlah aku akan diterima, atau tahan sampai kapan, aku tak tahu. Waktu SD dulu, aku hanya seminggu bertahan. Payah.

Hm, tidak untuk sekarang. Mungkin aku harus lebih serius. Basket itu bukan main-main.

Baiklah, lihat saja nanti.

"Mika, ayo ke lapangan!" Panggil Sarah, teman sekelasku.

Aku mengangguk dan berlari mengikutinya.

"No, lo nggak pulang?"

Aku menoleh, tersenyum dan menahan bola di pinggang dengan tanganku. "Oh, kalo lo mau duluan, duluan aja, Mas" Ucapku sambil menghampiri Dimas yang ada di pinggir lapangan. Dimas pun menepuk pundakku dan pergi.

Aku mengambil air minumku dan meneguk setengahnya. Aku kembali ke lapangan dan menyadari sesuatu. Seorang sedang memerhatikanku dari bench.

"Hm, lo masih disini? Ngapain?" Tanyaku sedikit keras agar tedengar sampai bench yang jaraknya lumayan jauh dari tempatku berdiri. Aku pun berjalan ke arahnya dan berhenti di depan ring.

"Oh, g-gue cuma liatin lo nge-shoot aja sih daritadi. Sorry ya" Ucapnya sedikit kikuk. Ih, manis banget. Wait, kok gue nggak pernah lihat dia sebelumnya?

"Eh, sebentar, kok gue belum pernah lihat lo ya?" Akhirnya aku penasaran juga. Dia mendongak, "Eh? Iya, gue emang anak baru kok. Gue baru aja pindah seminggu lalu. Lo senior, kan?" Ucapnya. Oh, pantas saja. "Lo suka basket?" Tanyaku dan akhirnya duduk di sampingnya di bench. "Suka. Tapi nggak bisa main. Entahlah, seleksi tadi bakalan keterima atau nggak" Jawabnya. "Nih!" Aku melempar bolaku padanya.

"Eh?" Dia menatapku bingung.

"Main sana! Gue mau lihat" Ucapku.

Awalnya dia men-dribble ragu-ragu dan akhirnya malah asyik sendiri. Dan aku tepuk tangan, dia menoleh, "Lo kenapa?"

Okay, itu lay up yang bagus banget.

"Lay up lo keren. Dan lo bilang lo nggak bisa main? Kalo main lo kayak gini, pasti lo masuk tim sekolah kok! Dan, siapa tahu, kan lo malah megang tim" Ucapku tersenyum.

"Eh? Gue nggak sebagus itu kali" Ucapnya sedikit kikuk.

Aku terkekeh, "Percaya sama gue. Lo bisa! Lo pasti masuk tim!" Ucapku lagi.

Dia kembali ke bench dan duduk lagi, lalu minum. "Gue rasa ini udah sore banget. Gue harus pulang" Ucapnya sambil merapikan barang-barangnya di bench. Aku hanya memerhatikannya. "Oh iya, thanks ya bolanya. Dan makasih motivasinya buat jadi kapten sekolah. Gue rasa, gue bakal habis sama senior-senior rempong di tim putri itu" Ucapnya sambil terkekeh. Aku ikut tertawa, "Ya, peduli apa sih sama mereka" Sahutku.

"Well, gue balik dulu,ya!" Ucapnya lalu berlari menuju gerbang sekolah.

Oh, gue lupa! Namanya...

 

"Kepada seluruh siswa yang mengikuti tes seleksi tim basket, dapat melihat hasilnya di papan pengumuman di lobby dan nama-nama yang tercantum dapat langsung latihan setelah pulang sekolah... "

"Lihat, yuk, Mik!" Ajak Sarah sambil menarik tanganku. Duh, males banget deh. "Ayo dong, Mik!" Ajaknya kini sedikit memaksaku. "Duluan aja, Sar". Sarah pun meninggalkanku dan berlari menuju lobby sekolah.

Sebenarnya aku tak yakin akan hasil seleksi itu. Aku tak yakin aku akan masuk atau tidak ke dalam tim. Sebenarnya, kalau pun tidak masuk tahun ini, aku masih memiliki kesempatan di tahun depan.

"Lay up lo keren. Dan lo bilang lo nggak bisa main? Kalo main lo kayak gini, pasti lo masuk tim sekolah kok! Dan, siapa tahu, kan lo malah megang tim" Ucap senior itu sambil tersenyum.

 

"Eh? Gue nggak sebagus itu kali" Ucapku sedikit kikuk.

 

Dia terkekeh, "Percaya sama gue. Lo bisa! Lo pasti masuk tim!"

 

Kenapa tiba-tiba kata-kata senior itu terngiang di kepalaku.

Aku menghela nafas, baiklah, kesempatan pertama tentu berbeda dengan kesempatan kedua yang belum pasti datang. Aku berlari menuju lobby.

Aku pasti masuk!

Final tim putri antara sekolahku dan SMP Putra Bangsa...

"Kalian pasti bisa! Jangan lupa defend kalian, dan screen saat Mika masuk. Jaga, jangan sampai lepas....".

Dan aku masih nggak menyangka, hari ini kita final. Latihan dan kerja keras selama ini, aku nggak menyangka bisa sejauh ini, final! F-i-n-a-l!

Peluit berbunyi, bola dilempar.

Permainan ini berjalan sengit dan membuatku lelah. Dari tadi, kedua tim terus kejar-kejaran poin dan kali ini, lay up-ku dan... masuk!

Quarter 1... Quarter 2... Quarter 3... dan kini quarter terakhir. Tim lawan terus mendesak kami. Kami terdesak dan tertinggal 4 poin. Aku menjauh dari area three second dan berlari ke tengah lapangan.

Tim kami memegang bola, "MIKA!".

Sarah melakukan fastbreak. Aku langsung men-dribble bola dan lay up, masuk! Aku langsung kembali dan...

PRIIIT, PRIIIIT, PRIIIIIT.....

Aku terdiam di tengah lapangan. Buzzer?

Timku langsung menghampiri dan memelukku di tengah lapangan saat itu juga. Aku masih terdiam. "Lo keren banget, Mik! Ya, walaupun kita nggak juara satu, tapi gue berasa jadi juara hari ini" Ucap Sarah. Dan ucapan serupa dari timku.

"Thanks udah jadi kapten buat tim kita, Mik!" Ucap Anna sambil memelukku. Dan kemudian kami kembali ke bench.

"Nice game, Mika! Saya bangga sama kamu. Kamu main bagus hari ini. Kita sudah berusaha keras hari ini, menjadi juara dua sungguh luar biasa karena sebelumnya kita belum pernah sejauh ini, iya, kan, kapten?" Ucap pelatih sambil merangkulku.

Kapten? Aku merasa bahagia sekali hari ini.

"Gue duluan ya, Mik! Lo dijemput?" Tanya Sarah.

"Oh, iya. Nanti papa gue jemput kok" Jawabku seraya tersenyum. Sarah menepuk pundakku dan pergi menuju mobilnya. Aku hanya bisa celingukan, menunggu papa datang menjemput.

"Bener, kan kata gue, buzzerbeater?"

Aku menoleh. Oh, senior itu?

Aku hanya tersenyum, "Iya, lo bener" Ucapku. "Kapten, kan?" Tanyanya lagi. "Yep, lo bener, gue bisa jadi kapten. Ya, gue juga nggak nyangka bisa kayak gitu" Ucapku.

Dia mengacak rambutku, "Lo pasti bisa jadi kapten yang hebat".

Aku tersenyum.

"Dan kekalahan lo hari ini, nggak ada apa-apanya dibanding lay up lo di detik-detik terakhir tadi. Kalah dengan lawan yang bagus, it's okay. Itu udah bagus, apalagi lo bisa menyamakan kedudukan. Dan bahkan lo buzzerbeater-nya hari ini" Ucapnya.

Aku hanya bisa tersenyum. Speechless.

"Lo keren banget" Ucapnya.

Tiba-tiba, handphoneku bergetar tanda sms masuk. Dari papa. Aku berdiri dan menggendong tasku, "Makasih udah bantuin dan kasih motivasi buat gue selama ini" Ucapku dan tersenyum padanya.

"Berhubung gue nggak mau dipanggil 'buzzerbeater' terus dan gue juga punya nama, nama gue Mika" Ucapku lalu mengulurkan tangan.

Dia tertawa melihatku dan menjabat tanganku, "Keano".

"Okay, No, gue pulang dulu ya! Daaah!" Aku melambaikan tangan dan berlari, mencari mobil papa.

Kalian tahu apa, mungkin hari ini aku menjadi orang yang paling bahagia sore ini. Tak peduli selisih dua poin dan kekalahan timku -walau masih merebut runner up, dan akhirnya aku tahu siapa yang terus mendukungku, Keano.

(Oleh: Annisa Shofia Khairina, foto: tumblr.com)