Satu Pertanyaan Untuk Tuhan

By Astri Soeparyono, Kamis, 22 November 2012 | 16:00 WIB
Satu Pertanyaan Untuk Tuhan (Astri Soeparyono)

Baru kali ini aku bertanya. Sebenarnya Tuhan ada di mana? Rumah-rumah berubah jadi puing, pohon-pohon tumbang, dan sisanya tinggal tangisan yang tidak berhenti terdengar. Kalau Tuhan ada, kenapa aku masih duduk sendiri di sini. Kotor dan bau. Kalau Tuhan masih ada, kenapa Dia tidak menolong aku?

 

            Di antara jerit tangis yang berderai, aku membenamkan wajahku. Tidak tahu harus bagaimana. Ayah sedang di luar kota ketika ini terjadi. Ibu bahkan belum terlihat sejak air itu menghancurkan semuanya. Semoga Tuhan masih ada dan membrikan kesajaiban.

            Ibu dan Ayahku.

***

            Waktu berjalan lambat sekali pun orang-orang silih berganti lewat di hadapanku. Ada yang peduli, ada yang tidak. Sebenarnya aku sendiri tidak mengerti dengan apa yang terjadi sekarang. Kata orang-orang, tanggul di dekat rumahku jebol. Sesimpel itu. Dulu-dulu kejadian tanggul jebol juga sering terjadi. Belakangan aku baru mengerti kalau kejadian yang dulu bukannya tanggul jebol, melainkan tanggul bocor. Karena, kejadian tanggul jebol harusnya memiliki efek seperti ini, mengancurkan semuanya. Hidupku, senyumku, juga harapanku.

            Lalu Tuhan di mana sekarang?

            Seingatku, aku anak yang baik. Tidak pernah melakukan dosa yang tidak termaafkan. Tidak lupa shalat, nurut sama Ayah, Ibu, rajin sekolah. Semua seperti baik-baik saja. Apa yang salah dariku?

            Lamunanku buyar ketika melihat ibu berjalan di kejauhan. Terima kasih, Tuhan. Ibu selamat dari musibah sialan ini.

            "Bu...!ibu!" Aku berlari lincah menuju ibu. Hilang sudah seluruh rasa lelah dan perih yang tadi terasa. Perempuan itu menegok lemah begitu aku mnyentuhnya.

            Bukan Ibu.

            Aku meminta maaf dengan kikuk pada perempuan separuh baya itu. Sepertinya dia lebih terpukul daripada aku. Ya, ternyata Tuhan jahat. Kenapa Dia tidak menghukum orang yang tukang mabuk? Yang pernah membunuh, yang korupsi, yang tidak pernah shalat? Kenapa aku tidak mati saja sekalian. Karena, sejak apa yang kulihat pagi ini, rasa takutku pada mati sudah tidak ada lagi. Aku tahu rasanya hidup yang tinggal sejengkal. Sejenak aku teringat kejadian sebelum air tanggul menyerobot rumahku.