WARUNG BAKSO BU IJAH

By Astri Soeparyono, Rabu, 25 Januari 2012 | 16:00 WIB
WARUNG BAKSO BU IJAH (Astri Soeparyono)

"Saksi utama," gumamnya sambil berjalan, memegang notebook dan menuliskan daftar orang-orang yang harus dia wawancarai. "Bu Ijah penjaga kantin".

Ketika Luna tiba di kantin, Bu Ijah tengah sibuk melayani pesanan para pelanggan. Semua murid yang menyempatkan diri makan di tempat itu sebelum pulang, tengah asyik melahap bakso Bu Ijah yang sudah tersohor kelezatannya. Warung bakso Bu Ijah memang sudah lama jadi tempat makan favorit, karena meskipun makanannya enak, harga semangkuk bakso di warung itu dijual sesuai dengan kocek anak-anak sekolah yang serba sekak.

"Maaf, Bu Ijah ?" katanya, begitu dia sudah duduk di salah satu meja. "Luna boleh ngomong sebentar, nggak?"

"Sebentar ya, Neng," ujarnya ramah, menyodorkan semangkuk bakso kepada pelanggan terakhir, melepas celemek dan menghampiri meja Luna, "Ada apa, Neng?"

"Duduk dulu, Bu," dia mempersilakan. Buku dan pulpen siap di tangan dan begitu Bu Ijah duduk, Luna segera memulai proses interogasi. "Bu Ijah, Luna kan dikasih tugas bikin laporan penelitian, terus Luna berniat meneliti penyebab hilangnya kelima orang murid di sekolah ini. Nah, Ibu kan tinggal di belakang sekolah, ibu tahu nggak kemana perginya murid-murid itu?"

Bu Ijah terkikik geli.

"Eneng itu nanyanya udah kayak polisi aja" kikiknya, menampakkan gigi-giginya yang sudah tidak lengkap lagi. "Nggak kok, Neng. Ibu nggak pernah tahu kemana anak-anak itu pergi. Lagian Neng kalo mau bikin laporan, mbok neliti yang mudah-mudah aja toh, contohnya : kenapa harga daging sekarang ini bisa jadi mahal banget? Ibu hampir nggak bisa ngambil untung lagi nih. Coba kamu dengar di tv-tv apa dampaknya. Ada orang yang jualan bakso pakai daging tikus.

Ih jijik, ya? Lagian tikus kan dagingnya Cuma sedikit. Jadi lebih baik Neng Luna bikin laporan tentang dampak kenaikan BBM aja buat pemerintah, siapa tahu harga daging bisa turun lagi."

Luna langsung bengong mendengar Bu Ijah malah berkoar tanpa henti tentang kenaikan harga daging. Benar-benar narasumber yang tidak bisa di harapkan, keluhnya dalam hati, menatap notebooknya yang masih kosong.

"Ya udah, kalo gitu Luna pesan bakso aja deh," ujarnya kecewa, memasukkan buku dan bolpoinnya ke dalam tas, bertekad untuk melanjutkan penyelidikan itu besok.

"Iya, Neng" sahut Bu Ijah sigap, bergegas kebalik konter, memakai celemeknya lagi dan mulai membuatkan pesanan Luna.

Belum sempat Luna berpikir siapa yang harus diwawancarai besok, Bu Ijah sudah datang dan menyuguhkan semangkuk bakso mengepul bersama segelas air.