"When one person uses a pattern of violent behavior through means of verbal, physical or sexual intimidation to gain power and control of their partner,"
Banyak remaja merahasiakan hubungan realitas dari dunia luar. Kita yang terperangkap, pengen banget keluar dari lingkaran ini. Nyatanya, hati dan fisik kita galau dan takut berjuang. Kita ditekan atau diteror terus menerus dan enggak ada yang paham keadaan kita. Apakah kita korban abuse?
Apa Kita Resiko Kekerasan?
Ironisnya, korban kekerasan enggak mengenal batas umur, gender, ras dan tingkat sosial. Siapapun bisa menjadi korban. Yang bikin sedih, korban kekerasan malah menyalahkan diri sendiri atas perlakuan yang didapat. Biasanya mereka anggap kekerasan ini hukuman kesalahan atau pengorbanan cinta.
Pelaku Kekerasan
Ciri termudah pelaku kekerasan sebenarnya gampang kita deteksi dari awal. Pacar posesif dan sering mengancam putus merupakan salah satu tanda abuser. Mereka hobi mengatur dan memantau aktivitas kita. Mereka sering membuka akun sosial media kita dan melarang hangout dengan sahabat kita.
Ternyata nih, faktor utama pembentuk kekerasan adalah lingkungan dan keluarga mereka sendiri. Menurut Organisasi anti kekerasan TEAR (Teens Experiencing Abusive Relationship), Pelaku kekerasan hidup di tengah lingkungan abuser.
Tanda Kekerasan
Dua kekerasan paling buruk adalah psikis dan seksual. Korban ini sulit dikenali daripada kekerasan fisik. Dengan kekerasan psikis, pelaku dapat mengontrol dan punya power untuk menaklukan korbannya. Pelaku membuat kita merasa rendah diri dengan permainan pikiran, ancaman, teror, dan kritik tajam. Tujuannya, tentu saja membuat kita takut dan takluk kepada pelaku.
Kasus terparah dalam permainan psikis adalah pelaku sengaja berselingkuh untuk membuat kita semakin takut kehilangan. Cara ini dianggap paling mudah membuat kita berjuang mati-matian dan rela mengorbankan apapun untuk si pelaku.
FAKTA TEAR:
- 1 dari 3 remaja melaporkan sahabatnya dianiaya (pukul, tendang, tampar, cekik atau cedera fisik) oleh pasangannya.