Transfusi Darah, Aman Enggak Ya?

By Astri Soeparyono, Rabu, 13 Februari 2013 | 16:00 WIB
Transfusi Darah, Aman Enggak Ya? (Astri Soeparyono)

Sekantong darah bisa menyelamatkan nyawa manusia. Sayangnya, enggak semua transfusi darah di Indonesia ini aman. Masih ada kantong-kantong darah yang terinfeksi virus. Setiap tahunnya, ada kasus infeksi HIV pada 160.000, 16 juta infeksi Hepatitis B, dan 5 juta infeksi Hepatitis C  pada pasien baru yang disebabkan oleh transfusi darah.

Darah yang didistribusikan ke berbagai kota dan rumah sakit, sebelumnya sudah melewati proses skrining darah dengan metode serologi. Hal itu dilakukan buat mengecek apakah darah aman dari tiga virus yang ditularkan lewat darah, seperti Hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV. Tapi, metode ini punya kelemahan. Dengan metode ini, diperlukan waktu dua bulan setelah darah terinfeksi, untuk mendeteksi antibodi Hepatitis C.

Metode itu memang tak sepenuhnya menjamin keamanan transfusi darah. Negara lain seperti Thailand dan Malaysia, sudah menambahkan metode Pengujian Asam Nukleat atau Nucleic Acid Testing (NAT). Dengan metode itu, infeksi virus dapat dideteksi dalam waktu kurun lima hari. Teknologi itu sudah diterapkan di delapan kota di Indonesia, yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Solo, Denpasar, dan Makassar. Jumlah itu hanya mampu meng-skrining 7% dari total donasi darah di Indonesia. Padahal di Thailand sudah mencapai angka 83%, lho.

"Sampai saat ini, sosialisasi produk skrining ini masih berjalan. Kami juga bekerjasama dengan Departemen Kesehatan dan Kementrian Kesehatan untuk subsidi bagi yang sering menerima transfusi darah. Kami melakukannya secara berkesinambungan," ujar Srinivasan Madabushi, Head of Diagnostic PT Novartis Indonesia, perusahaan yang memroduksi alat itu, dalam Sarasehan SEHATi, di PT Sandoz Indonesia, Pasar Rebo, Jakarta Selatan, Rabu (13/2) siang.

Kita enggak perlu khawatir berlebihan soal transfusi darah yang aman. Selain metode NAT sedang diterapkan secara bertahap di Indonesia, PMI juga enggak tinggal diam. Mereka selalu memberikan kuisioner terlebih dulu kepada calon pendonor. Kemungkinan terinfeksi virus juga bisa dilihat dari riwayat kesehatan calon pendonor, yang ada dalam kuisioner itu.

Kantong darah yang sudah pasti terinfeksi virus, enggak lantas didistribusikan dan digunakan, kok. Kantong-kantong itu dimusnahkan dan enggak pernah dipakai. Selain itu, PMI juga bakal ngasih tau ke pendonor yang darahnya terinfeksi, buat melakukan pemeriksaan lebih lanjut.

(lana, foto: www.northcountrypublicradio.org)