andrew garfield: the guy behind the mask

By Astri Soeparyono, Minggu, 12 Agustus 2012 | 16:00 WIB
andrew garfield: the guy behind the mask (Astri Soeparyono)

Dulu dia pernah diketawain temannya karena bergaya seperti Spider-Man. Sekarang siapa pun tahu cowok ceking inilah yang berada dibalik kostum Spider-Man. 

"Aku beli DVD bajakan di Portobello Market sama temanku Terry McGuiness. Kita balik ke apartemen dan menontonnya langsung dua kali berturut-turut. Kami mengucapkan dialog Spider-Man terakhir di depan kaca berkali-kali. Setiap kali aku mengucapkan kalimat itu, dia selalu ngetawain dan bilang 'Enggak mungkin, kamu enggak mungkin jadi Spider-Man. Waktu itu aku malu banget." 

Sekarang Andrew bisa tertawa mengenang kekonyolan kala itu karena siapa pun tahu kalau Peter Parker yang beraksi di film The Amazing Spider-man adalah Andrew Garfield

Spider-Man memang baru akan diputar mulai 4 Juli 2012 di Amrik lalu menyusul di seluruh dunia, tapi berita soal Andrew terpilih menjadi Peter Parker sudah terdengar jauuuuh sebelumnya. Saat proses casting pun, para kandidatnya sudah jadi bahan pembicaraan. 

Lebih dari itu, tiga film Spider-Man sebelumnya berhasil mengeruk keuntungan sekitar 2,5 triliun dolar Amrik dari seluruh pemutaran di seluruh dunia. Nama Tobey Maguire sebagai tokoh Peter yang nerdy tapi super hero itu pun sudah melekat erat. Jadi bisa dibayangkan betapa besar beban yang dijatuhkan pada Andrew? "Peran ini begitu berarti buat aku. Dan aku mengerti juga gimana artinya buat orang lain," ucapnya.

keluarga bahagia

Andrew sudah tahu segala konsekuensinya bermain di film sebesar Spider-Man "Aku punya tantangan menghidupkan karakter dengan cara baru. Penonton, termasuk aku, sudah terbiasa dengan karakter yang lama. Mungkin aku jadi salah satu penonton bioskop yang akan mencela diriku sendiri. Tapi aku enggak membiarkan pikiran itu ada. No turning back. And I wouldn't want to," ucapnya penuh keyakinan. 

Berbeda dengan tiga cerita Spider-Man yang sebelumnya, The Amazing Spider-Man mengambil fase remaja Peter Parker. Jadi dalam ceritanya pun akan digambarkan seperti apa Peter mengalami masa mencari jati diri karena diabaikan oleh orang tua, beradaptasi tinggal dengan paman dan di-bully oleh teman-temannya. Demi peran ini Andrew mencari referensi dari Teenage, buku fotografi karangan Joseph Szabo yang foto-fotonya banyak mengambarkan kemarahan, energi dan berbagai ekspresi remaja yang dia butuhkan dalam film ini. 

"He's a lone wolf, erratic, angry and rebellious," jelas Andrew soal Peter remaja yang pada akhirnya membentuk Peter dewasa jadi penyendiri dan anti sosial. "Begitulah cara dia melindungi diri sendiri. Dia pernah kecewa dan dia enggak mau dikecewakan lagi. Akhirnya jadi sulit untuk mendekati dirinya," tambahnya. 

Andrew  juga melakukan observasi ke daerah Queens. Dia mempelajari gimana remaja bertingkah laku dan berdandan. Dari sini juga Andrew ikut memberikan masukan pada tim wardrobe soal baju yang hendak dipakainya. Andrew merasa perlu observasi lebih dalam karena dia punya masa remaja yang jauh berbeda dengan Peter. Dia besar di keluarga bahagia, berkecukupan dan bersekolah di sekolah swasta. 

"I have two very loving parents, and I have a loving older brother. I've had a lot of love, care and guidance in my life. Aku enggak perlu berjuang mencari uang tambahan. Pemberontakanku hanya karena aku depresi dan enggak mau diarahkan aja. Semua lebih pada (masalah dengan) diri sendiri," ucap Andrew membandingkan hidupnya dengan Peter.