Dalam sebuah geng pertemanan, penginnya sih kita dan teman merasakan hal yang sama. Satu jomblo, penginnya sih yang lain juga jomblo biar bisa seru-seruan bareng dan sama-sama ngerasain deg-degannya ngegebet cowok.
Atau ketika yang satu sudah punya pacar, penginnya sih semuanya punya pacar juga, biar bisa saling bertukar cerita. Namun sayangnya keadaan ideal ini enggak selamanya terwujud.
Ada masanya kita mungkin menjadi satu-satunya yang jomblo di geng. Di saat teman-teman sudah punya pacar dan semangat saling bertukar cerita soal pacarnya, kita terjebak di situasi yang terasa awkward.
Antara pengin pergi dari tempat itu atau tetap bertahan meski merasa canggung.
Itu belum seberapa. Ada masanya teman-teman mulai mempertanyakan status jomblo kita. Atau malah mendesak kita untuk segera punya pacar, termasuk mulai menjodohkan kita dengan cowok lain.
Alasannya biar kita bisa ikut berbagi cerita atau ngerasain hal yang sama dengan yang mereka rasakan. Kesannya jadi jomblo sendirian di geng itu musibah yang besaaar banget.
Sejujurnya saya sendiri pernah berada di posisi ini. Ketika teman-teman satu geng punya pacar, saya masih ngejomblo dan sesekali ngegebet cowok, tapi hanya sampai di situ aja.
Semuanya terasa biasa saja, sampai suatu ketika, salah seorang teman mulai memaksa saya buat segera punya pacar. Alasannya, untuk menunjukkan kekompakan.
Ketika saya berpikir lagi sekarang, memang hanya sebatas itu ya kekompakan kita diukur? Namun dulu saya sempat kepikiran lama soal desakan teman-teman ini dan menganggap kalau jadi jomblo sendirian di geng itu suatu masalah besar.
(Baca di sini untuk melihat alasan kenapa punya pacar enggak perlu menjadi resolusi tahun baru.)
Menjadi jomblo itu pilihan. Tentunya ada banyak alasan kenapa kita memutuskan untuk ngejomblo.