Cewek Ini Berhasil Lulus Kuliah Sambil Bekerja Menjual Makanan Ringan di Kampus. Keren!

By Natalia Simanjuntak, Rabu, 12 April 2017 | 10:38 WIB
foto: theater30.com (Natalia Simanjuntak)

Selulus SMA, banyak dari kita yang pasti berharap untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, yakni ke perguruan tinggi. Tapi bagaimana kalau kondisi keuangan keluarga kita enggak memungkinkan? Bagaimana bila kedua orangtua kita tidak lagi bekerja dan kita masih mempunyai adik-adik yang masih kecil? Itulah yang harus dihadapi Santi (19, Tangerang) yang kali ini akan berbagi ceritanya dengan kita. Yuk simak cerita tentang perjuangan cewek yang harus kuliah sambil bekerja.

Baca juga:

Kisah Cewek yang Gagal UN

Jurusan Kuliah yang Lulusannya Paling Dicari

 “Sebenarnya ketakutan untuk tidak bisa berkuliah lagi mulai menghantuiku sejak awal duduk di bangku kelas tiga SMA. Saat itu, teman-temanku sudah banyak yang mengatakan rencana mereka untuk berkuliah, bahkan ada juga yang sudah mendaftar di kampus-kampus tertentu sebelum UN dimulai. Untuk cadangan, kata mereka.

Memperhatikan keceriaan di wajah mereka, aku hanya bisa tersenyum getir. Bukan karena aku enggak turut senang, tapi harus diakui kalau memang ada rasa iri di dalam hati. Aku iri karena sebagian besar dari mereka yang dapat meraih apa yang mereka inginkan dengan mudah. Aku iri karena aku tidak bisa seperti mereka. Keluargaku sendiri memang bukan dari keluarga yang berada. Ayahku sudah dua tahun ini hanya mengandalkan uang pensiunan, dan ibu hanya rumah tangga biasa yang sesekali berjualan kue-kue kecil dan gorengan di sekitar rumah. Sedangkan adik-adikku juga masih terlalu kecil untuk bisa membantu keluarga, keduanya masih duduk di bangku SD dan SMP. Jadilah aku satu-satunya harapan orang tua untuk membantu mereka mencari nafkah selepas lulus SMA nanti.

Mungkin karena kondisi keuangan keluarga itu juga mereka tidak terlalu mendukung cita-citaku untuk lanjut kuliah. Bagi mereka itu hanya akan menghabiskan uang dan akan lebih baik kalau aku langsung bekerja saja. Saat itu, aku bingung harus bersikap bagaimana. Aku sebenarnya mengerti alasan mereka berpikir seperti itu, sebab memang diperlukan biaya yang besar untuk masuk perguruan tinggi, bahkan yang termurah sekalipun. Tapi di sisi lain, aku tahu kalau aku tidak bisa melepas mimpi-mimpiku. Aku ingin menjadi guru Bahasa Inggris dan untuk itu aku mesti kuliah.