Karena selama ini menyetir sendiri, saya enggak terlalu peduli dengan macet. Tapi kali ini, ada orang lain yang saya antar dan tentunya mereka punya kepentingan lain.
Bisa saja mereka terburu-buru sehingga saya jadi merasa enggak enak.
Saya berpikir, gimana kalau ada penumpang yang mengeluh? Pastinya bakalan bikin stres, karena macet aja udah bikin kepala pusing.
Setelah mengantar Ibu Komalati & Ibu Novianty, badan rasanya mau rontok saking capeknya. Saya memang enggak puasa, tapi selama menjadi sopir, saya enggak makan dan minum. Menghadang macet di tengah terik Jakarta memang bikin haus, dan ini tantangan yang harus saya hadapi.
Menjadi sopir Uber selama satu hari ternyata enggak mudah. Menantang banget, terlebih Jakarta yang terkenal dengan macetnya.
Kita harus ekstra sabar, apalagi ini kita bertanggung jawab sama keselamatan orang lain.
Tantangan lainnya, mungkin ini bagi saya pribadi, saya harus mencoba berkomunkasi dengan orang yang sama sekali enggak saya kenal, dan menurut saya itu enggak gampang.
Butuh keberanian untuk mengajak ngobrol dan mencari topik yang pas agar mood mereka enggak jadi jelek karena macet.
Ini baru sehari, gimana dengan driver yang setiap hari harus berhadapan dengan macet? Capek banget pastinya, dan bisa bikin mood jadi jelek. Jadi, sebagai penumpang, kita sebaiknya mencoba memahami dan enggak ikut ngedumel kalau kena macet.
Namun, satu hal yang pasti, rasa capek itu hilang begitu melihat wajah puas penumpang dan ucapan terima kasih mereka. Ya, ucapan terima kasih yang sederhana itu ternyata mampu membuat saya semangat lagi.