Seperti Jung Hae In dalam Drama 'While You Were Sleeping', Ini Hal yang Kita Rasakan Saat Jatuh Cinta Diam-diam

By Kinanti Nuke Mahardini, Selasa, 29 Mei 2018 | 12:00 WIB
foto: soompi.com (Kinanti Nuke Mahardini)

Suka sama seseorang memang membuat kita berbunga-bunga. Hari-hari kita jadi lebih semangat karena ada kehadiran dia di hidup kita. Entah pergi ke sekolah, kampus, atau tempat magang kita jadi semangat banget, meskipun ketika bertemu dengan dia kita cuma bisa diam dan sisanya memandangi dari jauh.

Beberapa dari kita pasti pernah mengalami situasi dan kondisi diatas dan itu rasanya enggak enak banget. Kepada Cewekbanget.id, Kiki (20) menceritakan pengalamannya ketika mencintai dalam diam selama hampir 7 tahun. Berikut kisah Kiki:

(Baca juga: Menurut Penelitian, Ini Alasan Orang Suka Memejamkan Mata Saat Ciuman. Sudah Tahu?)

“ Liat mukanya aja udah seneng, tetapi kayaknya cuma bakal bisa kaya gini terus. Enggak lebih dan entah sampai kapan.”

"Aku udah suka sama dia sejak SMP kelas 2. Saat itu, aku sekelas sama dia. Sebut aja namanya Adi. Orangnya baik, cerdas, aktif di organisasi sekolah, dan good looking bagiku. Dia termasuk orang yang terkenal di sekolah kita karena “paket lengkap” yang ia miliki.

Jika dibandingkan denganku, kami tidak ada apa-apanya. Bagaikan bumi dan langit. Semua yang aku miliki berkebalikan dengan apa yang dia miliki. Aku terkenal hanya karena rambutku yang unik dan kemampuan public speaking yang lumayan sehingga aku terkadang menjadi MC di acara sekolah.

Selama satu tahun kami dekat, aku hanya bisa memandanginya dari jauh. Posisi dudukku yang berada di belakangnya persis membuatku dengan leluasa memandanginya saat pelajaran atau berinteraksi saat dia membutuhkan bantuan. Kalau si Adi sedang berbalik ke arahku dan meminjam sesuatu aku hanya bisa memberikan apa yang ia butuhkan sembari menunduk.

Awal-awal kami memang tidak dekat, tapi lama kelamaan kami menjadi cukup dekat. Kami sering cahtting karena bertukar tugas. Sayangnya karena dari awal dia memang orang yang baik, cerdas, dan populer jadi dia bukan cuma chatting sama aku, tapi teman lain di kelas yang mungkin juga sama dia.

Enggak ketinggalan teman sebangku aku yang juga ikut menghubungi dia. Aku merasa cemburu! Terkadang ingin marah dan bilang “jangan ganggu Adi karena dia punyaku” tetapi aku ingat lagi bahwa “Aku siapa?” Berpikir seperti itu saja aku sudah menjadi orang yang paling tidak tahu diri.

Satu tahun berlalu, kami naik ke kelas tiga dan kita berpisah kelas. Intensitas chatting jadi berkurang karena beda kelas tetapi kadang aku nekat buat menghubunginya sekadar basa-basi. Hingga akhirnya, pada suatu ketika aku mendengar gosip bahwa ia jadian dengan teman satu bangkuku saat kelas 2.

Iseng sekaligus penasaran, aku menanyakan hal ini ke dia dan jawaban dia “iya.” Bagai disambar petir, aku memutuskan untuk berhenti mengaguminya.

Kita dipertemukan kembali karena satu SMA. Saat itu dia sudah putus dengan teman sebangkuku. Pernah pada satu ketika motorku mogok dan kehabisan bensin. Dia yang lewat menggunakan mobilnya kemudian berhenti dan bilang padaku bahwa ia akan mencarikan bensin eceran.

Dia benar-benar melakukannya! Hebatnya lagi, dia enggak mau diganti dan seperti biasa hanya tersenyum manis. Meleleh berat saat itu dan menganggap mungkin suatu saat kalau situasi dan kondisi memungkinkan kita akan jadian. Ngarep maksimal, ya?

Sayangnya ia yang berada di kelas akselerasi lulus terlebih dahulu dan kami berpisah. Kemungkinan kembali mengecil. Ia kuliah di Universitas Gadjah Mada dan aku berkuliah di salah satu Universitas di kotaku mengambil jurusan Ilmu Komunikasi.

Tidak pernah membuka hati untuk siapapun, tapi tetap stuck padanya. Itu kalimat paling tepat menggambarkan diriku hingga suatu ketika aku berkenalan dengan teman yang bernama Ria. Ternyata dia tetanggaan dengan Adi! Perasaanku senang enggak karuan dan aku jadi sering main ke rumah Ria siapa tahu Adi lagi pulang dan kami bisa bertemu.

Harapanku tentang Adi kembali “naik” hingga suatu saat Ria bercerita bahwa Adi ingin memiliki pacar seorang dokter. Jika boleh mengakui, perasaanku memang hancur tapi hingga detik ini aku masih memiliki sedikit harapan dan doa siapa tahu aku dan Adi memang berjodoh. Siapa tahu?"

(Baca juga: Belajar dari Kasus Mahasiswi Surabaya Yang Tewas Kesetrum. Ini 5 Hal Yang Perlu Kita Lakukan Untuk Menghindari Sengatan Listrik)

Ini yang pasti dialami oleh kita yang mencintai dalam diam. Iya, kita merasa seolah-olah kita lagi long distance relationship karena kita mengganggap cowok yang kita suka adalah milik kita dan ketika kita hanya memandanginya dari jauh, jadi kayak LDR deh!

Ketika dia menyapa kita entah hanya dengan kalimat “hai” atau chatting cuma sekadar nanya tugas tetapi dia yang memulai, kita bakalan senang banget. Bisa seharian senyum-senyum sendiri.

Dia yang enggak tahu kita suka, akan bertindak sewajarnya. Sedangkan kita yang suka sama dia, akan mencari setiap kemungkinan biar bisa deket sama dia. Misal biar bisa chat sama dia, kita yang selalu berusaha chat lebih dahulu. Berjuang sendiri, kan?

Ini yang paling parah ketika mencintai dalam diam. Kita yang bukan siapa-siapanya, otomatis bakal enggak bisa ngapa-ngapain ketika dia lagi deket sama orang lain. Kita bisa apa selain menahan rasa sakit itu sendirian?

Mencintai dalam diam itu memang enggak mudah. Kita memang enggak pernah bilang ke dia jadi dia juga enggak akan bisa tahu. Harapan selalu naik turun. Mau move on tetapi hati bilang enggak. Bisa dibilang enggak ada yang bisa dilakukan selain berdoa berharap keajaiban datang.

Tiba-tiba lagi liat foto bareng-bareng atau scroll chat yang sebenarnya biasa aja juga bikin galau maksimal. Pas dengerin lagu yang berkaitan dengan dia, kita juga bisa jadi orang yang paling mellow. Buat yang sedang mencintai dalam diam, coba dengerin lagu dari Kahitna yang judulnya Andai Dia Tahu. Hebat kalau enggak galau!

(Baca juga: 7 Tanda Cowok yang Cuma Manfaatin Kita, Jangan Sampai Jadi Korbannya!)