Kasus pelecehan dan kekerasan seksual memang bukan kasus yang asing lagi di telinga kita. Pasca menyeruaknya kasus Harvey Weinstein yang melakukan pelecehan seksual terhadap aktris-aktris Hollywood, kesadaran kita terhadap pentingnya kasus ini pun semakin meningkat.
Kasus pelecehan dan kekerasan seksual bisa di lakukan oleh siapa saja dan kepada siapa saja. Bahkan orang terdekat kita sekalipun, bisa menjadi pelaku pelecehan dan kekerasan seksual tersebut, misalnya kerabat atau pacar kita sendiri.
Karena faktor kedekatan ini, akhirnya muncul anggapan bahwa dengan meminta maaf, maka masalah akan selesai. Padahal enggak semudah itu lho.
Ambil saja contoh ketika pacar memaksa kita buat melakukan hubungan seksual. Kemudian setelah melakukannya, karena kita sedih dan marah, dia akhirnya meminta maaf. Bagaimana seharusnya kita menghadapinya?
Haruskah kita memaafkan mereka yang telah melakukan pelecehan seksual pada kita meskipun dia sudah meminta maaf?
(Baca juga: Curhat Cewek yang Mendapat Pelecehan Seksual dari Orang yang Dihormati Seperti Pelatih Paskibra & Dosen)
Enggak bisa dipungkiri kalau butuh orang berhati besar untuk mengaku bahwa dia salah dan meminta maaf, terlebih lagi meminta maaf dengan cara yang tulus.
Namun, di lain pihak, bukankah meminta maaf jauh lebih mudah jika dibandingkan dengan meminta izin terlebih dahulu, sehingga dia bisa menghindari kesalahan yang dia perbuat?
Apapun alasannya, enggak seharusnya kita memaafkan seseorang yang sudah melakukan kekerasan atau pelecehan seksual terhadap kita. Kekerasan seksual adalah hal yang salah.
Kapan pun hal itu terjadi dan dengan latar belakang apa pun. Sekalipun alasannya demi membuktikan perasaan cinta, kalau kita menolak, merasa enggak nyaman dan terintimidasi, maka hal tersebut sudah masuk ke dalam perbuatan kekerasan seksual.
Kalau dia meminta maaf, bukan berarti permintaan maafnya adalah karena usahanya melukai kita. Tapi dia meminta maaf karena kita marah dan tahu kalau dia salah.