"Biaya jasa minimal itu seperti flag fall, ibaratnya kalau kita pakai taksi sudah bukan pintu kan ada tarifnya. Jadi masuknya itu biaya jasa yang dibayarkan penumpang untuk jarak tempuh paling jauh sekitar 4 km, tapi itu nanti bisa disesuaikan lagi oleh masing-masing aplikator," kata Budi saat dikonfirmasiKompas.com, Senin (25/3/2019).
Budi juga menjelaskan penetapan zonasi dilakukan untuk menyesuaikan tingkat kebutuhan ojek online di suatu wilayah.
Kebutuhan utama ojek online di wilayah Jabodetabek membuat pemerintah menetapkan sendiri wilayah ini menjadi satu zona.
Sehingga pemerintah harus memberikan peraturan secara khusus karena pola perjalanannya berbeda.
"Kami pun melihat hasil riset di Indonesia yang menyangkut masalah nominal tarif, yakni willing to pay yang merupakan kemampuan daya beli masyarakat terhadap ojek online. Kemampuan masyarakat Indonesia secara umum adalah Rp 600 sampai Rp 2.000, sedangkan rata-rata perjalanan yang ditempuh 8,8 km," ucap Budi.
Baca Juga : Ingin Hidup Bebas Plastik, Bawa 4 Barang Ini Saat Traveling!
Budi juga mengatakan bahwa tariff akan dievaluasi setiap tiga bulan setelah resmi diberlakukan mulai 1 Mei 2019 mendatang.
Kondisi ini dilakukan karena dinamika yang sangat cepat. Nantinya saat evaluasi, Kemenhub akan melibatkan tim riset independen. (*)
KOMENTAR