"Habis kirain sudah nyadar," jawabnya geli. Aku jadi malu sendiri. Dia pikir aku ngebanyol, ya?
Begitulah awal perkenalan kami. Dimulai dari permintaannya dan dilanjutkan kebodohanku, kami berdua jadi akrab. Terlebih dia masih tinggal setelah urusannya selesai, menunggu kakaknya yang sedang diskusi seru dengan Jon. Kami pun sempat ngobrol sedikit.
"Memang kakakmu mau nikah, ya?"
"Mmm. Sekarang dia mau buat undangan"
"Wah benar tuh, kalau buat undangan di sini saja. Desainnya bagus-bagus, lho. Bisa pasang foto, lagi. Kalau pesan lebih dari tiga ratus, dapat diskon," ujarku, tanpa sadar promosi. Dia hanya tertawa. Aih, imut luar biasa. Ada lesung pipit di pipinya.
"Kamu sekolah dimana?"
"SMA satu," jawabannya kalem.
Aku mengangkat alis. "Kamu...sudah SMA, toh?"
Ia tertawa lagi. Benar-bena gadis yang ceria. "Iya, dong. Baru masuk: kemarin."
"Oh pantas. Dilihat dari mukamu, pantesnya kamu tuh masih SMP."
"Berarti aku awet muda, dong?" candanya. "Nanti kalau sudah kuliah, aku masih kayak anak SMA. Terus kalau jadi ibu-ibu, aku kayak mahasiswi. Asyik banget!"
"Aku enggak bermaksud muji, lho," aku menjelaskan. Kayaknya dia enggak sadar sih, kusindir. Dasar polos!
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR