Mungkin kita pernah mendengar nama Kiai Haji Hasym Asy'ari atau membacanya sekilas di buku sejarah. Tapi enggak tahu siapa beliau sebenarnya dan jasa apa yang sudah diberikannya bagi negri ini. Padahal, semasa perjuangan kemerdekaan dulu, mantan Presiden Soekarno dan Jendral Sudirman pun menjadikan pendiri Nahdlatul Ulama ini sebagai panutan untuk meminta saran dan pertolongan.
Hal ini juga yang mendorong sutradara Rako Prijanto dan RAPI Films untuk mengangkat sejarah perjuangan KH Hasyim Asy'ari ke dalam sebuah film. "Banyak yang tahu nama, tapi enggak tahu perjuangannya seperti apa. Semoga dengan film ini, generasi muda khususnya bisa lebih mengerti sejarah dan perjuangan beliau. Saya rasa lewat film akan lebih gampang dipahami," tutur Rako Prijanto.
Sesuai dengan tujuan itu, film ini menceritakan perjuangan Hasyim Asy'ari (Ikranegara), ulama besar dan kharismatik asal Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, dalam melawan penjajahan Jepang, hingga mempertahankan kemerdekaan dari pihak sekutu dan agresi militer Belanda. Walau enggak berjuang langsung di medan perang karena kondisi fisik dan usianya yang sudah tua, permikirannya yang pintar dan inovatif, ditambah semangat keagamaannya, berhasil merumuskan banyak strategi dan keputusan penting dalam memerdekakan Indonesia.
Film berlatar belakang tahun 1940-an ini juga memotret sosok Hasyim Asy'ari sebagai seorang suami, ayah, kakek dan ulama besar yang sangat taat dan selalu berusaha membimbing keluarga juga para santrinya dengan baik. Sehingga menjadi sosok yang sangat dicintai oleh keluarga dan ribuan santri pengikutnya. Ada juga kisah para santri di Tebuireng dan pesantren lainnya di Jawa Timur yang memutuskan turun ke medan perang demi kemerdekaan Indonesia
Nasionalisme berbumbu
Meski kental dengan sudut pandang agamis (Islam), film ini sesungguhnya lebih fokus pada pembelajaran soal nasionalisme. Bagaimana ketaatan seseorang pada agamanya menumbuhkan rasa nasionalisme yang akhirnya mendorong dia untuk berjuang demi negaranya. Kisah yang ditampilkan juga sangat menyentuh bahkan bisa bikin banjir air mata saking terenyuhnya.
Untungnya sebagai film sejarah yang cukup panjang, diselipkan sedikit humor melalui karakter Harun (Adipati Dolken) dan teman-teman santrinya di Tebuireng. Juga kisah romantis dan mengharukan Harun dengan Sari (Meriza Febriani). Meskipun karakter Harun dan Sari adalah karakter fiktif tambahan. Beda dengan karakter lainnya yang diadaptasi dari kisah nyata.
Selain itu, setting lokasi, properti, kostum dan penampilan fisik para pemainnya juga layak diacungi jempol karena cukup detail menggambarkan kondisi tahun 1940-an. Jadi buat kita yang malas belajar sejarah dari buku, enggak ada salahnya menonton film ini. Soalnya, selain menambah pengetahuan sejarah, akan banyak pelajaran penting yang bisa kita ambil. Yuk!
(aisha, foto: dok.RAPI Films)
Penulis | : | cewekbanget |
Editor | : | CewekBanget |
KOMENTAR