Kanza Vina (23) adalah seorang transgender perempuan asal Bengkulu yang kini aktif menyuarakan hak-hak LGBTIQ (lesbian, gay, biseksual, intersex, dan queer). Pada tahun 2016 lalu, Vina mewakili forum LGBTIQ berhasil meraih Suardi Tasrif Award alias penghargaan kebebasan berekspresi dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
Ini kisah Vina, transgender yang pernah mengalami bullying dan kini memperjuangkan hak LGBTIQ di Indonesia.
(Baca juga: Curhat Cewek yang Pernah Menderita Bulimia & Anoreksia karena Pengin Kurus)
Mengalami Bullying
Sejak masuk SD, Vina sudah mengalami bullying dari tetangga dan teman-temannya di sekolah. Meski Vina juga bermain dengan anak cowok, dia lebih sering main bersama anak-anak cewek. Orang di sekitarnya menganggap bahwa hal itu enggak wajar.
“Justru aku enggak merasa berbeda, tapi malah orang-orang yang membuatku merasa beda. Di sekolah aku sering mengalami bullying, pada ngatain aku ‘bencong’ dan ‘banci’. Sekitar kelas 2 SMP, bullying-nya makin parah, karena aku sudah berani melawan mereka yang ngatain aku, jadi aku sering berantem.
Soalnya aku enggak terima kalau orang mengangap aku lemah. Guru-guru juga malah menyalahkan aku, kenapa enggak bersikap lebih ‘cowok’. Saat itu aku jadi malas ke sekolah, karena enggak mau ketemu sama orang-orang yang nge-bully aku.”
(Baca juga: Curhat Irene, Plus Size Blogger yang Pernah Di-bully Tapi Kini Percaya Diri)
Kabur dari Rumah
Pada tahun 2008 di usia 15 tahun, Vina sempat kabur dari rumah begitu putus sekolah. Dia bergabung menjadi pegawai sebuah salon. Di salon itu Vina enggak diberi upah berupa uang, namun dia mendapatkan jatah makan dan tempat untuk bermalam dengan nyaman.
Sayangnya, kondisi salonnya merugi karena sepi pelanggan. Sehingga Vina enggak bisa lagi bekerja di sana.
Vina pun memutar otak untuk bisa bertahan hidup di tempat yang asing. Karena melihat teman-temannya yang bekerja sebagai pekerja seks, dia memutuskan untuk mencoba pekerjaan itu. Dia sempat kembali ke rumah, tapi kembali pergi untuk merantau ke Jakarta pada tahun 2009.
“Aku enggak menyesali kejadian itu. Aku enggak mau melihat itu sebagai sesuatu yang negatif, itu adalah salah satu pengalaman pencarian jati diri yang membuatku bisa seperti sekarang.”
Kehidupan Bersama Lembaga Pembela Hak Transgender
Pada 2011, Vina bertemu dengan salah satu petugas sebuah lembaga yang fokus pada pemberdayaan hak-hak transgender perempuan. Lembaga ini memiliki program Trans School, yakni semacam sekolah yang memberikan edukasi pada teman-teman transgender. Pengajarnya adalah para aktivis yang peduli pada topik-topik yang diajarkan.
“Aku tertarik untuk gabung, jadi aku daftar, diwawancara, dan akhirnya berhasil masuk. Di sana kita dikasih pendidikan tentang SOGIE (sexual orientation and gender identity and expression/orientasi seksual, identitas gender, dan ekspresi gender), HIV/AIDS, hak asasi manusia (HAM), penerimaan diri, dan banyak lagi.”
“Organisasi ini kayak rumah yang mempertemukanku dengan banyak orang dan teman-temanku yang sekarang.”
Saat ini, Vina bekerja di lembaga tersebut sebagai Program Manager. Dia bertanggungjawab dalam program-program yang dilaksanakan, seperti pembagian pekerjaan dan pendanaan. “Sekarang fokusku adalah untuk menguatkan teman-teman di luar sana yang enggak punya informasi dan akses yang memadai. Jangan sampai mereka mengalami hal-hal yang pernah aku rasakan.”
(Baca juga: Hal-hal yang Bisa Kita Katakan untuk Membantu Teman yang Punya Pikiran Bunuh Diri)
Diskriminasi Pada Transgender
Menurut Vina, banyak diskriminasi yang terjadi pada orang-orang LGBTIQ, terutama transgender. Mulai dari sulitnya mendapat pekerjaan sampai kebijakan-kebijakan pemerintah.
“Ada streotip kalau waria itu pasti kerjanya di salon, padahal itu terjadi karena sedikitnya akses pekerjaan untuk kita, bukan karena kita benar-benar memang mau bekerja di sana. Hak asasi manusia tuh seharusnya kita dapatkan sejak lahir, tapi kenapa malah para LGBTIQ harus memperjuangkan itu.”
“Aku harap teman-teman LGBTIQ lebih kritis menyuarakan hak-haknya dan jangan diam saja kalau mengalami diskriminasi.”
(Baca juga: 11 Jenis Fobia Teraneh yang Diidap Generasi Millennial)
Pesan untuk Remaja yang Sedang Mencari Jati Diri
Usia remaja adalah masanya kita sedang mencari jati diri dan mencoba semua hal. Vina yang juga pernah merasakan hal itu berpesan kalau kita harus tetap kuat.
“Teman-teman harus terus sekolah, tempuh pendidikan setinggi mungkin karena itu hal yang paling penting, supaya kita enggak miskin informasi.
Selalu lihat dan waspada sama kondisi sekeliling juga, soalnya kita enggak tahu bahaya apa yang ada di sekitar kita.
Ketika merasa sendirian, selalu ingat kalau masih banyak yang mendukung kita. Tetap semangat dan jangan putus asa!”
(Baca juga: Kisah Cewek Penderita Kanker yang Tetap Semangat & Melakukan Hal Baik untuk Indonesia)
Penulis | : | Intan Aprilia |
Editor | : | Intan Aprilia |
KOMENTAR