Ngomongin soal standar kecantikan, pasti kita enggak akan lepas dari ungkapan-ungkapan seperti ‘golden ratio’ ‘barbie figure’ ‘size zero’ dan seterusnya. Standar kecantikan pun berbeda dari satu negara dengan negara lain. Jika di Korea Selatan, seseorang dikatakan cantik jika memiliki tubuh kurus dan wajah berukuran kecil, maka di Amerika, seseorang dikatakan cantik jika dia memiliki tubuh yang curvy.
Lalu bagaimana dengan di Indonesia? Mungkin kita bisa membuat daftarnya sendiri, seperti hidung mancung, kulit putih bersih, tubuh langsing dan tinggi semampai.
Padahal sebagai orang Asia yang tinggal di negara beriklim tropis, orang Indonesia cenderung memiliki karakteristik tersendiri seperti kulit berwarna kuning langsat atau sawo matang, rambut bergelombang, atau tubuh dengan tinggi sedang.
Secara enggak langsung, masih ada kebiasaan kita yang memproyeksikan kecantikan itu sebagai aspek-aspek yang berkebalikan dari apa yang kita punya dan butuh usaha untuk memilikinya.
Perempuan dan usahanya buat mencapai cantik yang ‘sempurna’ itu sebenarnya sudah ada sejak lama dan sepertinya enggak akan pernah bisa berakhir. Seperti dilansir dari womantics.com, sebuah studi membuktikan bahwa 95% perempuan merasa kurang bahagia dengan penampilan mereka.
Terobsesi sama standar kecantikan hanya akan membawa kita ke keadaan yang enggak menjanjikan. Karena kalau mengejar kecantikan, sebenarnya, juga enggak ada habisnya. Itulah mengapa kita perlu menyudahi obsesi terhadap standar kecantikan dan beralih dengan mencintai diri sendiri.
Ini dia alasan kenapa kita perlu berhenti terobsesi sama standar kecantikan!
(Baca juga: Alasan Kenapa Kita Menyebut Diri Sebagai Introvert Menurut Zodiak. Kamu Setuju?)
Industri kosmetik yang enggak pengin kita puas dengan penampilan
Pernah nyadar enggak kenapa banyak iklan yang menawarkan produk-produk yang bikin kulit jadi putih bersih? Kebanyakan premis iklannya pun enggak jauh beda. Dari model perempuan yang semula memiliki kulit gelap dan kusam, lalu dengan sekali poles body lotion produk tertentu, kulit si model langsung berubah jadi putih bersinar.
Enggak hanya terjadi di produk perawatan kulit, kita juga bisa menemukan hal serupa pada iklan-iklan sabun, deodoran, minuman pelangsing, sampo, dan lain-lain. Tujuannya adalah enggak lain buat menarik konsumen. Kita yang enggak puas sama kondisi penampilan kita saat itu, jadi tertarik buat membeli produk mereka.
Lalu apakah setelah membeli dan memakai produk tersebut, kita sebagai konsumen langsung merasakan khasiatnya seperti pada iklan yang dipertontonkan? Mungkin ada yang merasakan manfaatnya, ada yang butuh waktu cukup lama untuk membuktikan khasiat si produk, atau malah ada yang gagal dan enggak cocok.
Nah, tanpa kita sadari, saat kita merasa enggak puas dengan penampilan dan membeli produk kecantikan tersebut, kita menambah pundi-pundi keuntungan industri kosmetik dan produk kecantikan.
Itulah mengapa, industri-industri ini pengin kita terus merasa enggak puas dengan penampilan, sehingga mereka juga bisa terus berinovasi dengan produknya. Jadi bisa dibayangkan, bukan, bagaimana jadinya kalau kita puas dengan penampilan kita?
Kebiasaan nge-judge sesama cewek yang enggak ada untungnya
Tanpa disadari, standar kecantikan ternyata tumbuh dan berkembang di antara sesama cewek, lho. Seperti kita yang misalnya memberi komentar tentang penampilan teman yang kita anggap kurang.
Dari komentar-komentar yang dia dengar, akhirnya ada kecenderungan seseorang buat merasa minder atau insecure dengan penampilannya.
Padahal kalau kita pikir-pikir lagi, sebenarnya enggak ada, lho, bentuk tubuh yang ‘benar’, warna kulit yang ‘benar’, dan seterusnya. Yang kita miliki adalah keunikan yang membuat diri kita berbeda dan memiliki ciri khas menarik.
Dan seperti yang cewekbanget katakan sebelumnya, kalau kita mengejar kecantikan yang ‘sempurna’ pasti enggak ada habisnya. Terlebih lagi dengan tren dan standar yang terus berubah seiring berjalannya waktu.
So, daripada terus menerus terobsesi dengan standar kecantikan, sebaiknya kita alihkan dengan mencintai diri sendiri, yaitu dengan menerima dan merawat apa yang kita miliki. Setuju?
(Baca juga: 4 Hal Penting yang Perlu Diketahui dari ‘Body Dysmorphic Disorder’ Alias Merasa Malu dengan Penampilan)
Penulis | : | Indra Pramesti |
Editor | : | Indra Pramesti |
KOMENTAR