Yang awalnya jadi korban abusive relationship, ternyata justru malah jadi pelaku kekerasan juga. Mungkin enggak sih? Dilansir dari psychologytoday.com, orang yang berada dalam abusive relationship pasti mengalami aktivitas emosional yang tinggi dan reaktif.
Korban kekerasan lama-lama akan membangun bentuk pertahanan diri yang sifatnya otomatis atau refleks. Akan tumbuh rasa “daripada dijatuhkan, mendingan menjatuhkan duluan”.
Sifatnya yang reaktif membuat perilaku ini jadi nggak terlalu terlihat seperti bentuk kekerasan.
Menurut Dinda (23), awalnya dia adalah korban dalam hubungannya yang abusive. Seringkali pacar Dinda marah-marah, menyalahkan dan memanggilnya dengan panggilan kasar.
Setelah hampir setahun, bentuk dari verbal abuse yang dia terima semakin parah, mulai terjadi physical abuse, sampai diselingkuhin.
“Sebenarnya aku bukan tipe orang yang biasa meluapkan marah, tapi kalau sudah menerima verbal abuse yang intens, rasa marahku jadi menumpuk dan aku jadi kebawa emosi pacarku.
Kalau dia udah mulai tenang duluan, aku justru jadi suka menyecar terus biar bisa tetap melampiaskan rasa marahku.”
(Baca juga: Curhat Korban Verbal Abuse, Sering Dikata-katain)
Menerima abuse secara terus-menerus bisa membuat korban punya keinginan membalas. Baik itu ke pelaku awal atau yang lebih buruk justru ke orang lain yang sebenarnya enggak ada salah, demi melampiaskan emosinya yang sudah menumpuk.
Selain tumbuh keinginan membalas, ada juga kemungkinankorban lama-lama menganggap kekerasan yang dia terima sesuatu yang biasa dan wajar.
“Aku juga jadi suka manggil pacarku dengan panggilan yang kasar, baik itu kalau lagi marah maupun lagi bercanda.“
Kalau enggak segera dicari solusi, kekerasan dalam pacaran ini bisa jadi siklus yang berbahaya, girls.
Jadi kalau kamu mulai merasa ada perilaku abusive dalam hubungan kamu, jangan dipendam sendiri ya.
Penulis | : | Andien Rahajeng |
Editor | : | Andien Rahajeng |
KOMENTAR