Erupsi Gunung Anak Krakatau Sebabkan Tsunami di Selat Sunda. Kenapa?

By Kinanti Nuke Mahardini, Rabu, 26 Desember 2018 | 15:29 WIB
Gunung Anak Krakatau (foot: nationalgeographic.grid.id)

Cewekbanget.idTsunami yang terjadi Selat Sunda pada Sabtu, 22 Desember 2018 lalu membuat Indonesia berduka.

Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan kalau korban meninggal bertambah menjadi 429 orang.

Tidak hanya itu 1.485 orang masih dirawat karena mengalami luka-luka.

Sebanyak 154 lainnya hilang dan juga 16.802 penduduk harus mengungsi karena bencana tersebut.

Tidak adanya peringatan dini membuat korban jiwa dan kerusakan yang terjadi cukup parah.

National Geographic menyebutkan kalau tidak adanya peringatan pada bencana kemarin disebabkan karena sumber gelombang yang sangat mengejutkan.

Baca Juga : 4 Hal yang Diduga Sumber Suara Dentuman Misterius di Jawa Barat & Sumatera Selatan

Lalu bagaimana tsunami sebenarnya bisa terjadi?

Sebelum tsunami terjadi, biasanya gempa bumi akan terjadi lebih dahulu.

Pergerakan yang terjadi di kerak samudera dapat memindahkan bongkahan air di atasnya.

Bongkahan air yang berpindah menyebabkan gelombang menumpuk hingga akhirnya menabrak pantai di dekatnya.

Bukan hanya pergerakan yang terjadi di kerak samudera tetapi gempa bumi bisa diesbabkan karena hal lain.

Seorang ahli geofisika bernama McKinnon menyebutkan kalau “Runtuhnya tebing gletser, tanah longsor, dan letusan gunung berapi juga dapat menyebabkan tsunami.”

Pernyataan McKinnon sejalan dengan apa yang terjadi di Selat Sunda kemarin.

Gunung Anak Krakatau telah erupsi

Bukan enggak mungkin tsunami yang terjadi disebabkan oleh runtuhnya bagian Gunung Anak Krakatau karena diketahui gunung ini telah mengalami erupsi sejak 18 Juni lalu.

Hal ini semakin diperkuat dengan Data dari satelit Sentinel-1 milik European Space Agency yang menunjukan sebagian besar sisi selatan Anak Krakatau telah meluncur ke laut.

Fenomena ini jadi fenomena yang jarang terjadi karena gunung berapi biasanya menempel bersama-sama dengan lapisan batu. Hal ini membuat letusan hanya membuatnya tergelincir ke bawah menuruni lereng.

Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi Gunung Anak Krakatau.

McKinnon menjelaskan kalau “Potongan yang terlepas biasanya tidak besar. Namun, yang terjadi di Selat Sunda itu sebaliknya. Benda yang jatuh ke laut sangat besar dan itu dapat mengirim gelombang kuat ke pantai tanpa peringatan.”

Untuk mempermudah penjelasannya, McKinnon memberikan ilustrasi dengan melemparkan batu ke kolam.

Apabila batu besar sudah dilemparkan ke kolam, maka air dalam kolam akan keluar.

Dilakukan simulasi

Seorang peneliti asal Karlsruhe Institute of Technology bernama Andreas Schafer mencoba melakukan simulasi tentang peristiwa tsunami Selat Sunda kemarin.

Permodelan yang dilakukan Schafer menunjukan tanah longsor melanju ke tenggara atau barat daya dengan waktu tempuh sekitar 30 hingga 35 menit sebelum menghantam daratan.

Data sendiri menyebutkan kalau gelombang pertama kali menabrak Marina Jambu, di dekat Anyer.

(*)

Baca Juga : Enggak Disadari, Manusia Mengonsumsi Plastik Setiap Hari. Kok Bisa?

Artikel ini pernah tayang di National Geographic Indoensia dengan judul Mengapa Erupsi Anak Krakatau Berpotensi Timbulkan Tsunami di Selat Sunda?