CewekBanget.ID - Sejak pandemi melanda dunia, mungkin kita jadi makin sering terpapar berbagai kabar negatif yang bikin tertekan atau stres.
Setiap orang pasti punya cara berbeda-beda untuk meredakan kecemasan dan stres, misalnya dengan cara meyakinkan diri dan membangun pikiran positif.
Tapi fyi, upaya menjaga pikiran tetap positif rupanya dapat berujung toxic, lho! Kok bisa?
Baca Juga: Prilly Latuconsina Pernah Terjebak Toxic Relationship sama Mantannya
Toxic Positivity
Secara umum, toxic positivity adalah ungkapan yang digunakan untuk menggambarkan perilaku menjaga optimisme, harapan, dan suasana yang baik, meski berada dalam situasi negatif atau stres.
Kalimat yang menyuruh kita untuk selalu melihat sisi positif atau terus-menerus meyakinkan kalau semua akan baik-baik saja saat seseorang sedang terpuruk atau tertekan merupakan contohnya.
Padahal, toxic positivity justru dapat menimbulkan dampak emosional sebab kita dipaksa untuk tetap cerah di dalam masa-masa yang penuh tekanan tanpa bisa mencurahkan apa yang dirasakan.
Bahkan, toxic positivity dapat merusak persahabatan jika kita membiarkan orang lain hanya mengungkapkan hal-hal positif yang sebenarnya enggak sesuai dengan realitas sosial.
Maka dari itu, keseimbangan di dalam hidup adalah kuncinya.
Kita boleh saja mengekspresikan hal positif dengan cara yang produktif ketika itu benar-benar penting, tetapi kita juga perlu membiarkan diri untuk mengeluh atau mengeluarkan unek-unek tanpa berlebihan.
Nah, berikut ini ada beberapa cara agar kita dapat menggunakan pikiran yang positif dengan tepat.
Jadi Agen Perubahan
Ada kalanya kita merasa jengah dengan orang-orang yang memanipulasi rasa positif di dalam dirinya.
Inilah kesempatan kita menjadi agen perubahan untuk mengungkapkan gagasan bahwa enggak semua orang harus memiliki hari-hari yang baik karena itu siklus kehidupan.
Memang, hal ini membutuhkan usaha yang lebih, tapi itu bisa membuat orang-orang jadi lebih kritis dan dapat memahami kondisi mereka.
Baca Juga: 11 Tanda Kita Berada di Dalam Hubungan yang Manipulatif! (Part 2)
Selalu Bersyukur
Mulai dan akhiri percakapan dengan hal-hal yang memberi semangat.
Kalau diibaratkan sebagai roti isi, sikap positif dapat kita lihat seperti roti dan segala keluhan merupakan bagian isinya.
Biasakan diri untuk memulai dan mengakhiri setiap harinya dengan bersyukur.
Intinya, mempraktikkan rasa syukur tanpa harus menyingkirkan segala perasaan yang dialami, karena menekan emosi sebenarnya akan membuat kita merasa lebih buruk lagi.
Baca Juga: Berteman yang Cerdas, Bastian Steel: Don't Stay on Toxic Friendship!
Curhat dan Meminta Nasihat
Keretakan berkembang dalam hubungan ketika kita terus-menerus melampiaskan kemarahan pada orang lain.
Sebaiknya, kita meluapkannya dengan cara yang berbeda, yakni curhat dan meminta nasihat kepada orang yang dituju.
Setiap orang pasti akan mendengarkan apa yang kita rasakan ketika mereka dianggap sebagai pendengar yang baik, bukan pelampiasan amarah.
(Ryan Sara Pratiwi/Kompas.com)Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Toxic Positivity", Pikiran Positif yang Berakibat Buruk bagi Mental"
(*)