Ia mungkin kena gaslighting, enggak berani kabur, dipaksa bergantung pada pelaku, dibuat menyalahkan dirinya sendiri, atau malah enggak paham kalau hal yang menimpanya adalah sebuah bentuk kekerasan.
Pastikan fokus kita tertuju pada pengalaman korban dulu, yang telah mengumpulkan keberanian sedemikian rupa untuk akhirnya dapat menceritakan hal tersebut pada orang lain.
Pelajari Tanda-Tanda Kekerasan
Ingat girls, KDRT bukan hanya soal kekerasan fisik yang tanda-tandanya kasat mata.
Kalau bicara soal tanda-tanda fisik, kita memang bisa melihatnya dari kulit yang memar, mata gelap, bibir bengkak atau luka, hingga cedera tulang pada tubuh korban.
Tapi jangan lupakan sejumlah tanda kekerasan non-fisik seperti kekerasan emosional, spiritual, finansial, dan sebagainya.
Kita mungkin bisa lebih sensitif terhadap tanda-tanda emosional seperti kepercayaan diri yang rendah, kebiasaan memohon maaf atas hal-hal terkecil sekali pun, ketakutan, perubahan pola tidur, kecemasan, depresi, hingga pikiran untuk mengakhiri hidup.
Selain itu, ada pula tanda-tanda perilaku yang mesti lebih disadari, seperti menjaga jarak dari orang lain, sering membatalkan janji di menit-menit terakhir, sering terlambat, terlalu menjaga kehidupan pribadi, dan mengisolasi diri dari teman-teman dan keluarga.
Tawarkan Bantuan Ahli
Kita mungkin enggak punya kapabilitas yang cukup untuk mengatasi kasus kekerasan dalam rumah tangga.
Jadi jika kita tahu korban butuh pertolongan dan ia bersedia dibantu, coba tawarkan bantuan dari ahli yang lebih mumpuni, seperti psikolog, psikiater, dan dokter.
Mungkin juga korban bersedia kasusnya diproses secara hukum dan mau kita arahkan ke pihak berwenang.