"Kalau seandainya suaraku ini seperti Britney Spears, mungkin aku tidak akan bersusah payah untuk mengejar cita-cita menjadi seorang penyanyi," bisik Lina di bangku taman. Dia baru saja kabur dari les latihan vokal karena tiba-tiba gurunya mendadak memarahinya perkara dirinya tidak bisa mengikuti petunjuk-petunjuk yang gurunya berikan.
Lina sudah berusaha, tapi memang dasarnya karakter suaranya yang rendah dan terlalu berat untuk suara cewek yang membuatnya guru vokalnya kebingungan mau dilatih suara apa suara Lina ini. Bahkan untuk masuk ke suara tenor seperti cowok pun tidak pantas.
Sebenarnya ikut les vokal seperti ini memang sudah direncanakannya dari dulu. Dirinya memang ingin berkecimpung di dunia tarik suara. Mungkin sekadar ingin menunjukkan bakatnya, tapi masih belum dia lakukan karena kesibukannya di sekolah. Apalagi saat badai ulangan menyerang.
"Apa aku harus berhenti les dan urung menjadi penyanyi?" Lina menghela nafas. "Lagi pula kalau pun aku meneruskan semua ini, mau kubuat apa seterusnya? Benar kata Mama, aku hanya membuang uang untuk hal seperti ini. Aku toh tidak bakal tampil di acara pencarian bakat. Tidak bakal nyanyi di atas panggung saat pentas seni. Tidak bakal nyanyi di sebuah band. Apalagi girl band. Apalagi di acara kawinan," racau Lina sambil berjalan menjauhi bangku taman sore itu. "Sepertinya aku memang harus berhenti bernyanyi," putusnya kecewa.
Dia melihat anak-anak kecil berlarian ke sana kemari di taman itu. Bernyanyi-nyanyi riang dengan mimik gemas mengikuti idola mereka. Seperti melihat masa kecilnya, batin Lina. Sampai dia mendengar sebuah alunan gitar dari tempatnya berdiri. Alunan nada gitar yang dibunyikan oleh gitar itu sangat lembut. Petikannya halus meluncur seiring angin sore yang menghembus kala itu. Lina bagaikan tersihir mendengar suara petikan gitar itu dan menghampirinya bak bau masakan yang harum. Dia menemukan asal suara itu di balik pohon di pinggir taman. Ada seorang cowok yang memainkannya. Dia membelakangi Lina, tidak memedulikan Lina yang berjarak beberapa kaki darinya. Lina menutup matanya sambil membayangkan nada-nada gitar itu menggelitik kupingnya. Sedang si cowok yang sudah lama duduk di bawah pohon itu merasa aneh dua menit ini. Dia merasa ada yang memperhatikan dirinya dari belakang. Dirinya tidak berani menengok dan terus bermain gitar. Sampai bulu di tengkuknya meremang, dia menoleh dan didapatnya Lina sedang memandanginya. Mereka saling memandang sampai muka Lina menjadi merah dan berlalu begitu cepat dari tempat itu.
"I-i-itu tadi cewek normal atau b-bukan?" tanya si cowok melihat Lina yang lari ketakutan.
Malamnya, Lina membayangkan suara petikan gitar cowok itu. Sekaligus membayangkan wajahnya. Wajah yang mirip seperti John Mayer, apalagi dengan gitar akustik yang ditentengnya semakin membuat pipi Lina panas. Dia ingin menemui cowok itu lagi besok.
Di taman itu sekali lagi Lina tidak duduk di bangku taman. Dia memutari taman itu beberapa saat dan...ketemu! Dia menemukan cowok itu di tempat sama lagi bermain gitar. Lina masih terpaku dengan permainan sendu nada yang dikeluarkan gitar itu. Membuat suara di kerongkongan Lina ingin bernyanyi dengan lirik sendu.
Tapi sekali lagi, si cowok merasa ada yang memperhatikan. Dia menengok ke belakang dan melihat ekspresi Lina yang ketakutan. Apalagi saat itu bibir Lina seperti hendak mengatakan sesuatu. Melihat mata mereka sekali lagi bertatapan, membuat Lina gugup dan segera kabur dari tempat itu.
"Aku mulai tidak percaya. Yang kulihat ini sejenis hantu atau manusiakah?" batin cowok itu. Sedang Lina yang berusaha kabur hanya mengutuk dirinya. Kenapa dirinya cuma bisa terpesona dengan suara gitar yang dimainkan cowok itu? Kenapa dirinya tidak duduk dan mencoba bernyanyi dengan iringan gitar cowok itu? Lina yakin, walau belum mencobanya, suaranya akan bagus jika diiringi petikan gitar si cowok, ketimbang berada di tempat lesnya. Omong-omong tentang tempat les, Lina lupa. Hari ini dia tidak masuk ke jadwal lesnya. Mungkin besok dia akan diomeli oleh guru vokalnya.
*
"Jadi kemarin kau tidak di rumah, juga tidak ke mari. Ke mana dirimu?" tanya guru vokalnya saat menginterogasi dirinya. Lina berwajah pucat tidak berani menjawab.