Sampai di depan pintu kelas D, Anna memanggil Faris.
"Lo ada urusan sama cowok gue?" tanya Tiara. Anna tersenyum seadanya.
Saat Faris menghampiri keduanya, dia memandang Anna dengan tatapan penuh terima kasih. "Anna, lo emang keren banget, deh. Bisa pas terus, yah, kalau gue ketinggalan barang pas elo berangkat," kata Faris, dan ia lalu menyapa Tiara dengan kata-kata manis. Anna pamit duluan dan meninggalkan keduanya melakukan obrolan pagi penuh cinta.
Anna dan Faris sudah berteman dari SD. Mereka selalu satu sekolah, dan beberapa kali sekelas. Dekatnya mereka sudah enggak ada yang bisa ngalahin. Orangtua mereka kadang suka berfantasi buat menjodohkan mereka, tapi keduanya selalu menanggapi itu sebagai candaan.
Anna suka Faris. Dari SD malahan. Hanya Faris yang bisa Anna suka. Tapi Anna pikir, jadi teman dari kecil sama sekali enggak membuat Anna jadi spesial buat Faris. Enggak peduli seberapa terobsesinya Anna pada Faris. Terbukti, selama mereka berteman, bukan sekali ini Faris jadian. Dan biasanya, Faris memang jadian dengan teman Anna. Polanya adalah, Anna punya teman baru, kemudian saat main ke rumah, temannya itu akan ketemu Faris, temannya akan tertarik, dan Faris juga. Sisanya, mengalir sampai jadian. Begitu terus dengan pola yang sama. Lima kali sudah kejadian seperti itu.
Jadi bagi Anna, melihat teman sebangkunya jadian sama cowok pujaannya, bukanlah hal baru.
Padahal baginya, Tiara enggak tahu apa pun tentang Faris. Anna tahu semuanya. Anna yakin, enggak ada yang perhatian ke Faris, lebih dari perhatiannya selama bertahun-tahun.
Kalau ditanya, apa dia ingin Faris tahu perasaannya, mungkin jawabannya iya. Tapi hal yang penting seperti ini, biasanya yang paling susah dikatakan. Permasalahannya, selama ini fakta bahwa Anna suka sama Faris hanya jadi urusan Anna dan dirinya sendiri. Anna enggak cerita ke siapa pun. Jadi memang enggak ada pilihan lain selain keluar dari mulut Anna sendiri.
Cewek nembak cowok memang hal yang biasa sekarang. Bukannya Anna enggak berani, tapi hanya Faris yang beda. Dia pernah pura-pura nembak teman sekelasnya, hanya buat lucu-lucuan. Dia enggak masalah. Tapi ngomong suka ke Faris sama sekali bukan sesuatu yang bisa djadiin lucu-lucuan. Buat Anna, perasaannya buat Faris terlalu berharga, sampai susah rasanya kalau harus dibagi bahkan ke Faris sendiri.
Mungkin ini susahnya jadi cewek dengan pola pikir kolot, pikir Anna. Enggak peduli sebesar apa perasaan dia ke Faris, dia enggak bisa melakukan apa pun selain memberikan sinyal semampunya. Semua keputusan akhir ada di tangan Faris. Anna hanya bisa nunggu Faris akhirnya sadar, that the girl next his door, has already fallen over the heels for him, from the very first day.
***
Faris melambaikan tangan ke Tiara, yang berjalan menuju kelas X-E saat bel tanda masuk akhirnya berbunyi. Faris membuka buku gambar yang tadi dibawakan Anna. Di tengah halamannya, coretan tentang apa yang dia rasakan terlukis dengan indah. Faris menghela napas. Jantungnya mulai berdegup kencang, dari saat dia akhirnya ingat dia meninggalkan buku gambar di meja makan, sampai sekarang.