Indigo

By Astri Soeparyono, Kamis, 28 Juni 2012 | 16:00 WIB
Indigo (Astri Soeparyono)

Gelap. Hitam. Tak ada setitik sinar yang dapat aku lihat. Ya Tuhan, aku ingin menangis. Ada apa denganku? Di mana aku? Mengapa ini terjadi? Aku mebelalakkan mataku selebar mungkin. Selebar-lebarnya, sebesar-besarnya. Tapi tetap saja, sinar itu tak kunjung datang. Masih gelap. Hitam. Dan akhirnya aku tahu, aku kini bukan aku yang satu jam yang lalu. Aku kini berbeda. Aku buta.

            Terdengar bisikan di sebelah kiriku.

            "Salsa, kamu sudah bangun, Nak?" Aku tahu, itu suara Mama. Aku balas sapaannya," Mama? Mama. Salsa..Salsa..gelap Ma, gelap.." aku hanya bisa berkata seperti itu. Begitu banyak pikiran dan pertanyaan berdesakkan memenuhi otakku. Aku tak tahu mana dulu yang harus aku ungkapkan.

            "Sayang, katakana pada Mama ada apa? Apa yang terjadi, Nak?" tanya Mama. Aku rasakan dan aku dngar, Mama kini mulai khawatir dan kebingungan. Aku mulai menjawab dan aku mulai menangis, aku tak kuasa menahan batu berat yang sedari tadi menikam jantungku.

            "A, aku...aku...aku enggak tahu, Ma. Aku enggak bisa lihat apa-apa, hitam, Ma. Glap. Aku buta , aku buta.." teriakku sambil menangis tersedu-sedu. Tak tahu kenapa, hatiku begitu sakit. Tapi sedikit tersirat di palung hatiku yang terdalam, aku bahagia.

***

            Aku. Salsabila Betana. Aku adalah seorang indigo. Kamu tahu indigo itu apa? Huh. Aku yakin, tak ada satu manusia di pelosok dunia mana pun yang mau menjadi seorang indigo. Aku dilahirkan dengan dua buah mata yang indah. Ya, mataku cokelat indah. Banyak orang yang bilang aku begitu beruntung dengan mata indahku ini. Hah. Omong kosong. Orang lain tak pernah merasakan betapa tersiksanya aku dengan indra penglihatanku ini. Kamu tahu apa? Aku begitu tersiksa dengan segala sesuatu yang dapat aku lihat di sepanjang hidupku ini. Sesuatu yang ketika kamu melihatnya, kamu akan mencoba untuk mencongkel matamu agar kamu tak perlu melihat sesuatu yang keteika kamu melihatnya, membuat kamu tahu yang lain. Membuat kamu gila. Membuat kamu ingin mati. Mengetahui kehidupan di dunia selain dunia manusia. Aku bisa melihat pula. Aku bisa melihat kematian seseorang. Aku seorang yang tak pernah mengrti apa itu arti hidup dengan semua yang ada.

            Kali pertama. Saat umurku masih genap empat tahun yang indah, yang dipenuhi bermilyar-milyar bintang, aku mengucek mata karena ngantuk. Sudah setengah jam lamanya di atas sofa empuk sambil menonton TV dan mengunyah roti tak habis-habis. Semua keluarga sedang berkumpul di ruang keluarga dan bercengkrama riang penuh dengan tawa. Mama, duduk dekat Papa sambil bercanda menggoda Kak Alfa yang katanya, saat itu sudah punya pacar. Sungguh suasana yang sangat mengasyikan. Namun, tiba-tiba...

            Jantungku berdetak begitu keras ketika...aku tak tahu apa itu. Bayangan, atau memang sebuah wujud, hitam, besar, menghalangi pandanganku. Ia berdiri di depanku. Saat itu aku hanya bisa melihat kakinya yang begitu besar, yang hitam legam. Aku angkat kepalaku sampai menengadah. Ya Tuhan... makhluk ciptaanmu itu sungguh besar sekali. Aku lihat, ia berdiri di depanku menembus atap rumahku. Ia tinggi sekali, aku tak bisa jelas melihat wajahnya yang mungkin, sejajar dengan ujung tiang listrik.

            Detik itu, tak ada lagi yang bisa aku lakukan. Aku membatu sambil menggenggam roti, menengadah, membelalakkan mata dan menganga. Badanku sedikit bergetar. Aku begitu ketakutan. Makhluk itu tak kunjung pergi. Ia sebenarnya mau apa? Aku menangis. Hanya mengeluarkan air mata dengan ekspresi dan posisi tubuh tetap membatu. Saking takutnya, aku hampir tidak bisa bernafas.

            Aku merasakannya. Mama dan Kak Alfa mengguncang-guncangkan bahuku keras-keras. Percuma. Tak membuatku bergrak sedikit pun. Masih menggenggam roti, menengadah, membelalakkan mata, dan menganga. Aku dengar, Mama menangis. Papa bolak-balik bingung, tak tahu harus melakukan apa. Kak Alfa berdoa, mulutnya komat-kamit tak karuan. Aku, masih memandang makhluk besar hitam dihadapanku dan terus mengalirkan air mata.

            Tiba-tiba, makhluk itu bergerak, bergerak maju, mendekatiku. Semakin aku membatu, hanya jantungku saja yang bergerak, berdetak begitu kencang. Dan..ia, makhluk itu menembus tubuhku. Membuatku harus terloncat jatuh ke pelukan Mama. Makhluk itu pergi, ia tiba-tiba menghilang. Tak tahu kemana. Aku sadar kembali. Aku bisa bernapas lega kembali, walau agak ngos-ngosan. Dan sejak saat itu, aku tahu, aku bisa hidup di dunia selain dunia manusia. Setelah Papa memanggil seorang paranormal hebat, aku semakin yakin, aku adalah seorang indigo.