Mungkinkah patah hati bisa sebabkannya serangan jantung?
Barulah di pertengahan tahun 1990, ada lebih banyak studi kasus pada manusia mengenai hal ini (masalah fisiologis akibat stres psikologis yang ekstrim). Penelitian dilakukan berdasarkan peristiwa yang terjadi di beberapa negara.
Seperti pada tahun 1995, peneliti Jeremy Kark, Silvie Goldman, dan Leon Epstein meneliti perilaku masyarakat Israel saat menghadapi Perang Teluk Persia. Saat itu 18 rudal diarahkan ke Israel dari Irak.
Peningkatan kematian diukur bukan karena cedera yang disebabkan serangan rudal, melainkan kematian yang terkait kardiovaskular yang sebagian besar terjadi di luar perawatan rumah sakit. Para peneliti di Journal of American Medical
Association mengatakan, himbauan negara untuk mengantisipasi adanya serangan kimia membuat masyarakat sungguh cemas dan ketakutan.
Penelitian juga terjadi di Los Angeles (1994), saat terjadi gempa bumi berkekuatan 6,8 skala ricther, pukul 4.31 AM. New England Journal of Medicine melaporkan, terjadi lonjakan besar kematian kardiovaskular terkait stres sentakan pagi yang diakibatkan gempa.
Peneliti Jepang menciptakan istilah untuk kondisi ini, yakni, takotsubocardiomyopathy untuk menggambarkan stress-inducedapparent heart attack (serangan jantung yang diakibatkan stres) atau kadang disebut sebagai "sindrom patah hati."
Kesedihan atau penolakan memang dapat menyakiti secara fisiologis. Dan tak diragukan lagi, hal itu juga bisa berefek pada fisik. Jadi, jangan mudah patah hati agar jauh dari serangan jantung.
Baca bagian sebelumnya dengan klik di sini.