Dalam setiap tindakan bullying, jumlah penonton yang terlibat justru lebih banyak dibanding pelaku dan korban. Sayangnya, penonton ini memilih diam.
"Penonton memilih diam karena takut akan jadi korban selanjutnya," aku Aprishi Allita, penulis buku Cool In School, Buku Pintar Bergaul di Sekolah. Aprishi menambahkan, masih banyak remaja yang hanya mementingkan diri sendiri, sehingga ketika melihat ada tindakan bullying, mereka cenderung menyelamatkan diri sendiri dengan diam.
Padahal, , lho. Soalnya para pelaku akan merasa semakin berkuasa karena enggak ada yang berusaha menghentikannya, termasuk para saksi bullying ini.
Meski jumlahnya banyak, kita enggak perlu mengumpulkan teman-teman untuk beraksi menghentikan bullying, girls. Kita bisa kok melakukannya sendirian. Bisa dimulai dengan membantu si korban, lalu juga melakukan pendekatan ke pelaku. Aprishi berbagi pengalamannya selama mengampanyekan anti bullying ini.
Umumnya korban bullying cenderung enggan bercerita karena takut keadaan akan jadi lebih buruk. Mereka juga kehilangan kepercayaan diri. Jika dibiarkan, hal ini bisa berpengaruh ke nilai akademis dan emosional sampai muncul kecenderungan untuk bunuh diri, lho.
Mengajak korban bully untuk bercerita memang enggak gampang. Aprishi pernah membutuhkan waktu sampai enam bulan hingga akhirnya korban mau bercerita. "Mereka akan lebih cepat terbuka kepada orang dekat dibanding orang asing. Lebih baik sahabat yang mendekati daripada orang luar, seperti aku," aku Aprishi. Yuk, cari tahu apa aja caranya.
"Kalau pas kejadian kita enggak bisa bantu, setelahnya kita bisa mendekati dan mengajaknya ngobrol. Buat dia tahu kalau masih ada yang peduli padanya," ujar Apishi.
Kita enggak mungkin mengadu ke guru atau orangtua teman tentang kejadian ini. Jadi, perlahan-lahan atau orangtua. Ketika akhirnya mereka berani, kita bisa menemaninya agar dia makin pede.
Persempit kemungkinan dia akan mengalami bullying lagi. Semakin sering dia sendiri, semakin besar kemungkinan dia akan di-bully. Kita juga bisa membantu dia .