Novel bukan cuma bisa jadi bacaan di saat senggang. Dengan bibliotherapy, novel bisa jadi alat terapi untuk membantu menyelesaikan masalah kita.
Umumnya, penulis mengangkat masalah yang sering terjadi di kehidupan nyata sebagai premis bukunya. Jadi, enggak heran jika kita sering berpikir, 'ya ampun, buku ini gue banget' ketika membaca suatu buku.
Hal pertama yang dilakukan dalam terapi ini yaitu mengidentifikasi masalah. Lalu, memilih buku yang tepat, misalnya mengunjungi blog buku seperti Goodreads.com dan membaca blurb (deskripsi singkat) beberapa buku hingga akhirnya menemukan buku yang pas dengan masalah kita. Setelah itu, kita tinggal membacanya, deh. Jangan lupa tandai bagian penting yang bisa ditiru.
Seringkali kita merasa cemas ketika harus pindah sekolah dan tinggal di tempat baru. Soalnya kita terpaksa keluar dari zona nyaman yang selama ini ditempati. Dalam buku ini, tokoh utama yang bernama Anna dihinggapi ketakutan yang sama ketika pindah SMA ke Paris dari Amerika Serikat. Akhirnya, Anna mengatasi ketakutan ini dengan melakukan apa yang dia suka, yaitu menonton film. Meski awalnya menolak ajakan Etienne, teman barunya, untuk jalan-jalan karena takut, akhirnya Anna memberanikan diri mengunjungi bioskop-bioskop yang ada di Paris.
Kita bisa meniru sikap Anna untuk mengurangi kecemasan ini. Seperti mencaritahu lokasi apa saja yang cocok dengan hobi kita. Dan, perlahan-lahan kita bisa mulai menyukai tempat baru ini. Kita juga bisa Soalnya, mereka bisa membantu kita dalam proses adaptasi ini, girls.
Bullying sering ditemui di sekolah. Dan, tindakan ini enggak hanya antara pelaku dan korban, tapi ada penonton alias mereka yang melihat aksi tersebut tapi seringkali enggak melakukan tindakan apa-apa. Jumlah penonton ini umumnya banyak banget dan sebenarnya mereka berpotensi besar menghentikan bullying. Sayangnya, mereka cenderung diam karena takut.
Seperti Katrissa, tokoh utama di buku ini, awalnya enggak berani melakukan apa-apa. Di kehidupan nyata, seringnya kita bersikap seperti Katrissa. Ketakutan untuk menjadi korban bullying selanjutnya membuat Katrissa memilih diam. Tapi, lama-lama Katrissa merasa enggak nyaman. Dengan bantuan temannya, Katrissa akhirnya membantu korban bullying dan akibatnya dia menjadi korban selanjutnya. Tapi Katrissa yakin dengan tindakannya. Kita bisa meniru keberanian Katrissa, girls. Dan, kita juga bisa ini dan enggak lagi bersikap seperti penonton pasif.
Eleanor sangat enggak percaya diri karena gemuk, pipi dipenuhi freckles, dan rambut merah menyala. Apalagi teman-teman sekolahnya sering menertawakannya. Tapi, Eleanor memilih untuk enggak melawan dengan ledekan yang sama. Ketika Park, pacarnya, berantem dengan teman-temannya karena membelanya, Eleanor enggak bisa terima. Bagi Eleanor, kekerasan enggak akan berhenti kalau dibalas dengan kekerasan juga. Malah, hanya akan menimbulkan masalah baru.
Kita bisa meniru sikap Eleanor ini, girls. Meskipun ibu Park membujuk untuk mengubah gayanya, Eleanor enggak mau. Karena Begitu juga dengan keputusannya untuk enggak melawan dengan kekerasan, melainkan tetap menjadi diri sendiri. Mungkin memang diri kita yang apa adanya ini membuat kita sedikit enggak pede, tapi justru keadaan inilah yang membuat kita merasa sangat nyaman.
(iif, foto: fanpop.com)