Karnaval Khas Indonesia

By , Jumat, 5 April 2013 | 16:00 WIB
Karnaval Khas Indonesia (cewekbanget)

Bukan cuma keindahan alam Indonesia yang terkenal sampai ke seluruh dunia. Karnaval batik sampai festival musiknya juga berhasil mengharumkan nama Indonesia.

 

Sejak tahun 2008, parade peragaan busana di jalan raya ini diselenggarakan oleh Solo Center Point Foundation dan Pemerintah Kota Surakarta setiap tahunnya. Jember Fashion Carnaval (JFC) yang menginspirasi diadakannya Solo Batik Carnival (SBC). Konsep keduanya hampir sama, yang membedakan hanyalah bahan utama pembuatan kostum. Sesuai namanya, batik menjadi sumber ide sekaligus materi utama dalam menciptakan kostum karnaval. Bulan Juni dipilih sebagai waktu pelaksanaan parade tahunan ini, dan sejak SBC keempat (2010) diselenggarakan saat malam hari.

Merayakan musik etnik dengan seniman lokal dan internasional? Cuma SIEM yang bisa. SIEM adalah festival musik etnik yang diselenggarakan oleh SIEM Community Solo dan Pemerintah kota Solo. Festival musik ini fokus pada pertunjukan dan perayaan musik etnik sedunia. Kolaborasi musik modern dan etnik yang dipersembahkan oleh musisi dari berbagai negara pastinya bakal telinga kita kaya akan nada-nada indah.

Upacara perarakan gunungan (tumpukan makanan) di Keraton Yogyakarta dikenal dengan nama Upacara Grebeg atau Upacara Sekaten. Grebeg biasanya diselenggarakan sebanyak tiga kali dalam setahun, saat berakhirnya bulan Ramadhan serta menyambut bulan Syawal (Grebeg Syawal), peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW (Grebeg Maulud), dan perayaan Idul Adha (Grebeg Besar). Upacara adat yang sudah ada sejak Sri Sultan Hamengkubuwono 1 (1755-1792) ini dianggap sebagai simbol kemurahan dan perlindungan raja kepada rakyatnya.

Bambu Nusantara World Music Festival diselenggarakan dengan tujuan membuat generasi muda kayak kita lebih peduli sama alat musik tradisional yang terbuat dari bambu. Sampai tahun 2011 lalu, acara ini sudah berlangsung untuk yang kelima kalinya dan biasa diselenggarakan setiap Oktober, di Bandung.

Perang antar suku Dani, Lani, dan Yali di Lembah Baliem di pegunungan Jayawijaya, Papua, ini enggak pernah gagal menarik perhatian para wisatawan asing maupun domestik. Tenaaang, bukan perang sungguhan, kok. Perang ini menjadi pembuka Festival Lembah Baliem yang diselenggarakan selama tiga hari di bulan Agustus, sebagai lambang kesuburan dan kesejahteraan. Malah makna di balik perang ini adalah Yogotak Hubuluk Motog Hanoro yang artinya harapan akan hari esok yang harus lebih baik dari hari ini.