Sebagai mahasiswa, kita dituntut untuk aktif. Termasuk dalam hal menemui dosen. Masalahnya, dosen seringkali sibuk dan enggak setiap hari ada di kampus, sehingga buat ketemuan memang agak susah.
Kalau ada kebutuhan mendadak, kita harus menghubungi dosen. Tapi… enggak semua dosen bisa langsung diajak ketemuan dalam satu kali janjian. Akibatnya, kita harus sering-sering mengejar dosen, deh.
Sewaktu kuliah dulu, saya pernah harus mengejar dosen untuk bimbingan akademik. Waktu itu sedang liburan dan saya ada di Padang. Ketika jadwal bimbingan keluar, saya kaget karena bimbingan itu sehari sebelum saya balik ke Jakarta.
Buat ganti jadwal pesawat enggak bisa karena sudah full. Akhirnya saya menelepon PA berkali-kali, tapi enggak diangkat. Seharian panik dan enggak tenang banget.
Ketika berhasil menelepon malamnya, saya diminta ketemu dia keesokan harinya, yaitu di hari saya kembali ke Jakarta. Akhirnya, dari bandara saya langsung buru-buru ke kampus di Depok.
Rasanya panik banget. Ketika sampai di kampus, dosennya enggak ada di ruangan bimbingan dan enggak bisa ditelepon. Kata senior yang juga bimbingan sama dia, dia ada di ruangannya. Saya langsung menuju ke ruangannya, tapi dia enggak ada.
Kata sekretaris jurusan, dia ada di ruangan dosen S2 yang ada di gedung lain, dan ketika sampai sana lagi-lagi dia enggak ada.
Setelah satu jam lebih, untung dia bisa ditelepon dan ternyata dia sedang makan di kantin. Rasanya lega banget begitu tahu dia ada di mana dan akhirnya bisa ketemu.
Mengejar dosen sepertinya sudah jadi bagian dari kehidupan kita nih sebagai mahasiswa. Tujuannya bisa bermacam-macam, seperti untuk bimbingan mengisi KRS, bimbingan skripsi, minta ujian susulan, menyerahkan tugas, dan lainnya.
Memang, sih, kesannya capek dan ribet, mau enggak mau ya harus dijalani. Kalau enggak ya, siap-siap aja dapat nilai rendah atau malah enggak lulus. Justru ini bisa jadi cerita seru yang bakalan selalu kita ingat, nih, he-he.
Lihat di sini untuk melihat kebiasaan belajar yang akan kita rasakan ketika jadi mahasiswa.
Teman-teman berikut juga berbagi pengalaman mereka saat harus mengejar dosen untuk keperluan kuliah. Saking berkesannya, pengalaman ini jadi enggak bisa dilupakain, deh. “Tiap awal semester kan ada bimbingan sama Pembimbing Akademik untuk nentuin mata kuliah yang mau diambil. Kebetulan PA aku orangnya agak bawel dan harus sesuai dengan jadwal yang ada.
Aku datang enggak sesuai jadwal. Akhirnya aku telepon dan disuruh ke rumah dia. Pas di rumah dia, dimarahin lagi. Pasrah aja, sih, karena kalau enggak bimbingan ya enggak bisa isi KRS.”
(Fira, Universitas Indonesia)
“Untuk UAS, ada tugas kelompok bikin video. Maksimal dikumpulin jam 2 siang. Tiba-tiba ada masalah jadi enggak bisa kumpulin tepat waktu. Akhirnya kita minta perpanjangan waktu. Dosennya ngasih batasan harus hari itu juga.
Sekitar jam 4, kita mau ngumpulin, tapi pas telepon dosennya bilang dia lagi di jalan ke bandara, dan kalau mau dapat nilai harus nyamperin dia.
Akhirnya kita bela-belain dari Depok ke bandara buat nyerahin tugas itu. Lumayan jauh juga, sih, tapi demi nilai, he-he.”
(Wulan, Universitas Indonesia)
“Waktu semester satu, aku jadi panitia untuk acara ulang tahun fakultas. Aku jadi sekretaris acara. Nah, tugasnya itu bikin proposal, surat, dan sejenisnya. Yang bikin lumayan nyesek sih harus nyari dosen buat tanda tangan proposal acara.
Udah janjian sama dosennya, eh tiba-tiba dia lagi rapat sama dosen lain. Pas janjian buat kedua kalinya, eh dosennya sibuk dan disuruh nunggu sampai akhirnya dia pulang.
Pokoknya selama masa-masa dua bulan itu dihabisin buat nyari-nyari tanda tangan dosen. Aku tahu kok kalau dosen itu sibuk, jadi rela nunggu. Tapi pas dia udah senggang, eh dia malah enggak ada di kampus.”
(Jumroh, Universitas Esa Unggul)
Untuk tahu perbedaan pertemanan antara pelajar dan mahasiswa, bisa dilihat di sini.
“Aku pernah enggak bisa ke kampus selama tiga bulan karena kecelakaan. Karena aku mahasiswa beasiswa, jadi enggak bisa cuti. Aku usahain buat ujian susulan.
Kondisiku waktu itu belum benar-benar pulih dan harus pakai tongkat. Buat bisa ikut ujian, aku harus minta izin dan ngurus prosedur ujian susulan yang cukup ribet, harus bolak balik ke fakultas.
Waktu itu aku cuma butuh tanda tangan ketua jurusan, tapi dia enggak bisa dihubungin. Dia janji datang pagi, tapi aku tunggu sampai siang enggak datang. Aku baru bisa nemuin besoknya, pas ketemu, dia malah bilang, ‘Kamu kenapa enggak bilang? Saya buru-buru, siang udah harus pergi lagi.’
Padahal aku udah WhatsApp dan cuma di-read. Teleponku enggak diangkat. Tapi respon dia malah begitu, seolah aku enggak ngasih kabar sebelumnya. Setelah aku jelasin soal kondisiku, akhirnya aku dapat tanda tangan dia.”
(Novika Dyah Pusparini, Universitas Esa Unggul).
“Ada dosenku yang suka jarang masuk. Sekalinya masuk, suka bikin kelas pengganti di hari Sabtu. Waktu itu mau UAS, dikasih tahu kalau ujiannya bikin paper tujuh hari sebelum ujian. Disuruh kumpulin hari Jumat jam 1.
Aku sama beberapa teman ngumpulin jam setengah 1. Pas datang ternyata dia enggak ada. Kata asistennya, taroh di meja aja karena dia akan balik jam 1. Pas nilai keluar, ternyata kita dikasih E.
Kita pun nyari dosen itu buat nanyain penjelasan. Pas ketemu, dia bilang ‘Kan saya minta sebelum jam 1. Lewat jam 1 saya pulang. Kalau kalian ngumpulinnya pas saya udah enggak ada itu artinya kalian ngumpulin lewat jam 1.” Rasanya emosi banget waktu itu, he-he.”
(Danis, UIN Syarief Hidayatullah)
“Aku punya dosen yang selalu datang tepat waktu. Sebelumnya aku pernah dua kali datang telat lewat jam masuk.
Karena enggak mau kejadian lagi, aku sampai lari-lari dari lantai dasar ke lantai enam. Tahu-tahu dosennya enggak masuk, he-he.”
(Kartika, Universitas Esa Unggul).