Dan saat itu dia rajin banget ngontak gue, nanya keadaan gue, pokoknya care banget.
Singkat cerita, kita jadian.
Tapi hubungan yang kita lalui enggak sehat, kita menjalin hubungan yang terlalu ekslusif.
Ke mana-mana kita selalu berdua, begitu juga saat berangkat dan pulang sekolah.
Kita menganggap salah satu tanda rasa sayang kita ke satu sama lain adalah dengan melakukan hubungan intim.
And we did it.
Yang gue enggak tahu, resiko yang harus gue tanggung sesudahnya sangat besar.
Hamil di usia 16 tahun itu enggak mudah.
Sekolah gue hancur, hubungan sama orangtua gue maupun orangtua cowok gue pun makin enggak harmonis.
Gue enggak bisa apa-apa selain menikah demi menutupi aib keluarga dan membesarkan anak bersama suami yang belum bekerja dan sama-sama masih remaja.”
(Lihat di sini cara membedakan gejala PMS dan kehamilan?)