4 Alasan Relationship Hopping Alias Gonta-ganti Pacar Itu Berbahaya. Kenapa Ya?

By Indra Pramesti, Senin, 7 Mei 2018 | 13:20 WIB
Gonta-ganti pacar setelah putus bahaya banget nih girls! (Indra Pramesti)

Pernah tahu ada teman yang habis putus, terus gonta-ganti pacar, atau bahkan deketin mantannya lagi? Atau kamu sendiri punya pengalaman sama?

Atau kamu salah satu yang ngikutin ceritanya Justin Bieber-Selena Gomez-The Weeknd-Bella Hadid?

Seenggaknya, hal yang dilakuin sama keempat selebritis Hollywood ini enggak jauh dari yang namanya relationship hopping alias gonta-ganti pacar atau bahkan deketin mantannya lagi.

Pada dasarnya, relationship hopping adalah hal yang berbahaya lho. Enggak percaya?

Yuk bongkar alasan relationship hopping alias gonta-ganti pacar berbahaya. Hmm… kenapa ya?

(Baca juga: Ukur Seberapa Ideal Kamu Jadi Pacar, Dilihat dari Urutan Bulan Kelahiran)

Saat baru putus, wajar banget kita ngerasain yang namanya kehilangan. Dan tanpa kita sadari, otak kita menginsyarakat kalau kita enggak bisa untuk sendirian.

Ketika berpacaran, otak mengeluarkan unsur kimia yang dinamakan dopamine yang membuat kita merasa nyaman dan bahagia.

Tapi setelah putus, dopamine pun tiba-tiba menghilang, sehingga kita ngerasa hampa.

Setelah dopamine itu menghilang, wajar akhirnya kalau kita ingin mencari hal lain yang bisa membuat kita nyaman dan bahagia lagi.

Sayangnya, keinginan itu sering diartikan harus dengan mencari pacar baru atau kembali dekat dengan seseorang yang pernah membuat kita merasakan kenyamanan, yakni mantan pacar kita sendiri.

Jadi secara enggak langsung, gonta-ganti pacar atau ngedeketin mantan pasca putus, hanyalah sekadar bentuk mencari kenyamanan atau pelarian semata, bukan karena benar-benar jatuh cinta.

Pada dasarnya, ketika jatuh cinta kita akan melewati setidaknya tiga fase; lust (nafsu), attraction (ketertarikan), dan attachment (keterikatan).

Ketika seseorang yang baru putus kemudian langsung nyari pacar baru atau ngedeketin mantannya lagi, maka orang itu enggak mengalami fase attachment.

Fase attachment ini sering dinamakan sebagai fase real love. Tapi karena orang tersebut cuma menganggap pacar barunya sebagai pelarian saja, maka susah dikatakan sebagai real love.

(Baca juga: Tanda-tanda Kita Udah Menemukan Cinta Sejati Dilihat Dari Bulan Kelahiran)

Karena enggak mengalami fase cinta yang benar, akhirnya orang itu pun mengalami kondisi addicted to love yaitu kondisi mengidam-idamkan keinginan untuk bertemu dan jatuh cinta sama seseorang.

Perasaan ini hanya sebatas antusiasme semata, di mana yang namanya antusias pasti enggak berlangsung lama. 

Berawal dari perasaan butuh kenyamanan semata, hanya menganggap sebagai pelarian, hingga ketagihan jatuh cinta, akhirnya perasaan cinta kita enggak tumbuh secara maksimal.

Ujung-ujungnya adalah kita akan mengulang kesalahan yang sama, yaitu putus lagi. Siklus ini akan berlanjut terus dan kita akan terjebak di lingkaran hubungan yang sama.

Berikan waktu untuk sendiri. Saat baru putus, jangan lekas beranggapan bahwa dengan pacaran lagi kita bisa menyembuhkan perasaan patah hati.

Justru hal tersebut semakin memperparah keadaan dan membuat kita terus-terusan berputar di lingkaran hubungan enggak sehat yang sama.

Dengan memberi waktu bagi diri kita untuk sendirian dan menikmati hari-hari tanpa perhatian dan kasih sayang orang tertentu, itu artinya kita mebiasakan diri untuk nyaman dengan keadaan tersebut.

Kalau kita sudah nyaman, kita bisa mencari kebahagiaan yang paling sejati dan bukan sekadar dengan ‘nyari pacar lagi’.

Tapi kebahagiaan sejati yang bisa kita temukan dengan banyak cara lain, seperti mendekatkan diri dengan sahabat atau keluarga, sibuk dengan hobi dan komunitas baru, dan lain-lain.

There’re so many source of happiness in this world dan kebahagiaan itu enggak hanya sebatas nyari pacar aja. Setuju?

(Baca juga: Kenapa Kita Ngerasain ‘Butterfly in My Stomach’ Saat Ketemu Gebetan? Ini Penjelasan Ilmiahnya)