Di antara banyaknya pahlawan perempuan di Indonesia, Kartini dipilih sebagai simbol kebangkitan emansipasi perempuan dan kesetaraan jender. Itulah mengapa, setiap tanggal 21 April, yang merupakan hari kelahirannya, diperingati sebagai Hari Kartini.
Sosoknya sebagai pejuang emansipasi, manarik perhatian dunia lewat pemikirannya yang dibukukan dalam buku berjudul Door Duisternist tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang). Buku ini merupakan kumpulan surat-surat yang ia tulis kepada sahabatnya, Rosa Abendanon, di negeri kincir angin.
Sikapnya yang menginspirasi memang patut buat kita teladani. Salah satunya dari hal terkecil yang Kartini lakukan, yakni bangga menjadi dirinya sendiri. Kita juga bisa bangga jadi diri sendiri seperti Kartini, lho. Yuk, simak caranya!
Pernikahannya di usia 24 tahun terpaksa dia terima meskipun Kartini adalah seorang yang anti-poligami, dan calon suaminya, Bupati Rembang Raden Adipati Djojo Adiningrat telah memiliki dua selir. Keputusannya tidak lain datang dari tekanan, intrik, kasak kusuk, dan fitnah pada dirinya untuk sang ayah dari bangsawan-bangsawan lain. Ditambah dengan kondisi kesehatan ayahnya yang semakin memburuk karena serangan jantung.
Dalam suratnya kepada Rosa Abendanon, ia berkata “Kini saya tak lain daripada semuanya, beribu-ribu orang lain yang ingin saya tolong. Tetapi saya hanya memperbanyak jumlah mereka.”
Kartini menyetujui pernikahan tersebut dengan sejumlah syarat. Yakni diperbolehkan mendirikan sekolah untuk anak-anak perempuan, diperbolehkan mengajar, dan diperbolehkan menggapai cita-citanya menjunjung harkat martabat perempuan.
Terlahir di budaya Kejawen, Kartini mengalami proses pingitan. Ia dikurung dalam rumah yang dikelilingi tembok tebal selama empat tahun di usianya yang ke-12. Keceriaannya di masa kecil dirampas sehingga ia tidak bisa bermain di luar dan belajar di sekolah.
Meski begitu, Kartini berupaya untuk menyudahi tradisi tersebut. Ia membaca majalah, surat kabar, dan buku-buku yang bercerita tentang gerakan emansipasi perempuan Eropa. Bacaan-bacaan ini yang menginspirasinya untuk berani menyuarakan pendapat dan buah pikirannya. Meski lewat tulisan, hal tersebut tidak kalah kuat dan mendobrak.
Kartini adalah sosok yang percaya dengan intuisi dan firasat. Dalam salah satu suratnya, Kartini bercerita bahwa dirinya pernah dikerumuni oleh lebah yang terbang ke kamarnya. Saat dia lari, gerombolan lebah tersebut terus mengikutinya.
Kartini memaknai lebah-lebah tersebut sebagai orang-orang yang akan ‘menyengat’ dan melawan pemikirannya di masa depan. Kartini tahu akan tantangan itu, dia percaya orang-orang akan memusuhinya berikut juga dengan ide-ide yang ia kemukakan. Tapi hal itu tidak membuatnya berhenti untuk terus melakukan apa yang dia kehendaki karena dia percaya dengan apa yang dia lakukan.
Meskipun hanya mengenyam pendidikan dasar di sekolah anak-anak Belanda dan bangsawan pribumi, Kartini enggak gentar untuk terus memoles pengetahuannya terhadap banyak hal. Ia menguasai tata bahasa Belanda yang sangat bagus, terbukti dari surat-surat yang dia kirim kepada sahabatnya, ditulis dengan tata bahasa yang rapi, mirip seperti penutur aslinya.
Diskriminasi yang ia terima dari lingkungan sekolah juga tidak menghalanginya untuk terus berkembang menjadi versi terbaik dirinya. Kartini pernah dicemooh karena ia berasal dari bangsa berkulit coklat. Mereka juga suka menertawakan kebodohan bangsanya, tapi ia terus berusaha maju.
Versi terbaik Kartini tidak hanya ditunjukkan dalam bentuk pikiran dan ide, namun juga mental dan fisik. Pikiran dan ide dibentuk dari rasa disiplin untuk terus mendapat wawasan agar kita memiliki pikiran yang tidak sempit.
Tentu saja perjuangannya tidak akan seimbang jika tidak diimbangi dengan perawatan fisik, terutama buat perempuan aktif masa kini. Mulai dari berolahraga, menjaga asupan makanan, hingga memilih produk perawatan wajah yang sesuai.
Misalnya dengan memakai Fair & Lovely 2-in-1 Powder Cream, inovasi produk perawatan wajah pertama yang memadukan manfaat krim pencerah dan bedak sehingga membuat wajah tetap cerah dan bebas kilap hingga 14 jam.
Jadi, kita bisa tetap percaya diri selama beraktivitas seharian, baik saat bekerja, belajar atau bersosialisasi dengan teman-teman, demi menggapai cita-cita kita, tanpa takut wajah jadi berminyak dan lengket karena seharian beraktivitas.
Kartini lahir dari seorang ibu bernama Ngasirah, yang merupakan selir dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat. Mewarisi darah ningrat dari sang ayah, Kartini tidak diperbolehkan memanggil ibu kandungnya dengan sebutan ‘Ibu’ melainkan ‘Yu’. Sementara ibunya harus memanggil Kartini ‘Ndoro’ dan harus berlaku sopan-santun terhadap anaknya sendiri, hingga harus berjalan membungkuk, serta duduk di lantai.
Namun Kartini membebaskan dirinya dari adat tersebut. Ia mulai menularkannya dari lingkungan rumahnya, seperti melarang adik-adiknya untuk berjalan jongkok, menyembah, menunduk, dan bersuara pelan ketika berbicara dengannya. Ia juga membebaskan adiknya untuk memanggil dengan nama saja.
Kartini menganggap dirinya tidak lebih tinggi dari orang lain hanya karena dia keturunan ningrat. Dengan bangga dia menganggap bahwa dirinya setara dan sama dengan orang lain.
Meneladani sosok dan perjuangan seorang Kartini yang menginspirasi, kita bisa melakukannya dengan banyak hal. Salah satu cara untuk menyemarakkannya adalah dengan join Fair & Lovely untuk mengapresiasi perempuan-perempuan Indonesia yang telah mengalahkan segala keterbatasan yang ada dan berjuang untuk tujuan yang mulia. Caranya gampang banget, kita tinggal mengunjungi link ini. Karena Fair & Lovely percaya, bahwa setiap orang bisa menjadi sosok Kartini, yang melawan segala tantangan dan berjuang untuk menggapai mimpinya.
Selamat Hari Kartini, girls!