Pelajaran dari Kasus Cyber Harassment yang Dialami Via Vallen. Kenapa Masih Ada Yang Menyalahkan Korban Pelecehan di Dunia Maya?

By Indra Pramesti, Rabu, 6 Juni 2018 | 06:00 WIB
Jangan salahkan korban pelecehan seksual! ()

Selasa malam (4/6/2018) lalu, penyanyi popdut Via Vallen memposting screenshot pesan yang dia terima di Instagram. Pesannya berbunyi “I want u sign for me in my bedroom, wearing sexy clothes”.

Di bawahnya, Via memberi pengakuan bahwa dia enggak mengenal dan enggak pernah bertemu dengan si pelaku yang mengiriminya pesan mesum. Via juga mengungkapkan bahwa dirinya merasa dipermalukan oleh pemain sepak bola di negaranya.

Dua jam setelah gambar diunggah, via kembali mempostingan screenshot. Kali ini berisi percakapannya dengan seseorang yang diduga sebagai pelaku. Pria dalam percakapan tersebut mengkritik tindakan Via yang memposting isi DM darinya. Meski begitu, Via menutup nama foto profil si pengirim.

Dilansir dari BBC, Komisioner Komnas Perempuan, Sri Nurherwati menjelaskan bahwa yang dialami oleh Via termasuk pelecehan seksual berbasis siber.

“Terkait medianya, ini termasuk cyber harassment, bentuk kekerasan seksual. Kalau dalam RUU penghapusan kekerasan seksual, masuk dalam pelecehan seksual non fisik,” kata Sri Nurherawati.

Sri juga menilai bahwa tindakan Via mengumumkan pelecehan yang menimpanya ke media sosial adalah tindakan tepat. Ia menambahkan, postingan tersebut sebaiknya dibaca sebagai alarm dukungan agar tidak ada impunitas dan korban mendapat pemulihan.

(Baca juga: 40% Kasus Kekerasan Seksual Dibungkam dan Terhenti di Tengah Jalan. Salah Siapa?)

Menilik ke belakang, sebenarnya kasus Via ini bukan salah satu yang pernah terjadi di Indonesia. Beberapa waktu lalu, influencer, Gita Savitri juga sempat mengalami cyber harassment oleh oknum yang menggunakan identitas palsu di media sosial Instagram.

Menurut laporan Komnas Perempuan, cyber harassment merupakan jenis kasus terbanyak kedua dari berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan lainnya. Hal ini dibuktikan dari catatan tahunan Komnas Perempuan tahun 2018. Sayangnya, meski kekerasan terhadap perempuan berbasis siber ini muncul ke permukaan dengan masif, masih banyak korban yang enggak melaporkan sehingga kurang bisa ditangani.

Victim blaming alias tindakan menyalahkan korban rupanya masih menjadi alasan utama kenapa banyak korban pelecehan seksual berbasis siber tetap bungkam dan enggak mau speak up.

Setali tiga uang, Via Vallen juga mengalami victim blaming. Usai kasus yang menimpanya ini menjadi viral, banyak pihak yang menuding Via hanya mencari sensasi.