Artinya, lebih dari 50% remaja tidak bisa menjadi diri sendiri dalam pacaran dan melakukan sesuatu sesuai keinginan pacar.
Tidak bisa dipungkiri kalau pengaruh pacar dalam hidup kita memang besar, tapi sebesar apa pun pengaruh tersebut, bukankah kita tidak boleh kehilangan jati diri kita sendiri?
Ketika memiliki pacar, tentu akan indah jika bisa saling mendukung dan menerima kekurangan masing-masing. Keinginan memiliki pacar yang sempurna, terkadang membuat seseorang meminta pacarnya untuk mengikuti ekspektasi dan standarnya. Hal ini akan memengaruhi rasa percaya diri dalam hubungan, karena ada salah satu pihak yang meminta adanya perubahan dari pasangannya.
Menurut hasil survei, ditemukan bahwa banyak yang menjadikan pendapat pacar sebagai pertimbangan dalam melakukan sesuatu.
“Kalau aku masalah baju. Jadi dulu dia pernah bilang kalau baju yang aku pakai ketat. Terus dia bilang jangan pakai yang terlalu ketat lagi terus dikasih jaket. Diingetin gitu malah jadi malu sih ya, karena aku merasa kalau aku salah dan aku menerimanya karena omongan dia benar. Sekarang aku enggak pernah pakai baju itu lagi.”
- Nadya Resti Kusnadi, Universitas Ibnu Khaldun, Bogor
“Dulu aku pernah minta mantan pacarku buat enggak kelamaan kalau lagi makeup. Tujuannya sih, supaya enggak sering ngaret. Tapi ya ada yang nyaman, ada juga yang enggak dengan komentarku.”
- Kenny Austin, selebriti
Hal ini juga berpengaruh kepada perilaku remaja Indonesia ketika berada di depan temannya pacar.
“Jaga image lebih ke berusaha untuk disukai teman-teman pacar, karena kita pengin give a good impression, pengin dekat sama mereka, tapi enggak jaga image sampai kayak dibuat-buat atau jadi diri yang lain selain diri aku sendiri”
- Maudy Ayunda, selebriti
Dari hasil survei, bisa diketahui ketika pacaran, remaja cewek Indonesia banyak yang melakukan perubahan pada dirinya.
“Boleh-boleh aja pacar minta aku berubah karena menurutku dia bisa melihat diri kita dari sisi yang berbeda. Saran dia juga buat membangun diri kita jadi lebih baik.”
- Rieke Adrianty, 19 tahun, Universitas Pamulang, Tangerang Selatan
Meski begitu, beberapa remaja Indonesia ada yang memilih untuk enggak mengubah sikap dan penampilannya demi pacar dengan alasan:
“Biarpun udah disuruh berkali-kali biar aku enggak selalu masang muka dingin, tapi sampai sekarang susah merealisasikannya sih. Habis gimana, enggak nyaman gitu. Aku sih penginnya dia menerima aku yang apa adanya ini.”
- Clara Aprilia Sukandar, 20 tahun, Politeknik Negeri Jakarta
“Kalau mau berubah, tapi buat diri sendiri. Jadi enggak apa-apa kalau awalnya dari opini orang, cuma kalau kita merasa itu benar dan akan membangun diri dan bisa jadi self goals diri kita sendiri maka I’m all for it. Tapi ya memang jangan berubah untuk orang lain, karena kalau orang lain itu enggak ada nanti gimana? I will do it for myself, jadi self-love gitu.”
- Maudy Ayunda, selebriti
Perubahan jati diri dalam pacaran sayangnya bukan lagi fenomena yang asing. Keberadaan pacar yang kerap menghabiskan banyak waktu bersama akhirnya bikin kita tergerak untuk berubah atas dasar pembuktian ‘cinta’.
Menurut hasil survei cewekbanget.id,.
“Aku enggak masalah sih kalau pacar nuntut supaya enggak pakai baju yang ketat lagi. Karena aku sendiri juga enggak nyaman ketika orang melihat aku lagi pakai baju kayak gitu. Selagi tujuannya buat kebaikan, ya enggak apa-apa.”
- Nadya Resti Kusnadi, Universitas Ibnu Khaldun, Bogor
Alasan mengubah sikap atau penampilan selama pacaran juga beragam, di antaranya:
Hal ini juga disetujui oleh psikolog Roslina Verauli, M. Psi, Psi.
“Pada saat jatuh cinta, remaja akan selalu melihat sesuatu dengan kacamata merah muda. Artinya, segala hal tentang pacar tampak bagus dan pengin seolah-olah menunjukkannya atas dasar cinta. Energi cinta yang dimiliki remaja bisa memengaruhi cara dia berpikir, merespon, serta bertindak.
Self-disclosure atau proses membuka diri remaja akhirnya berpengaruh dengan kerap mengikuti setiap pola kepribadian si pacar. Misalnya ketika pacar suka basket, kita jadi ikut-ikutan suka juga. Tujuannya enggak lain supaya bisa memenuhi dan menyesuaikan diri dengan pacar atas dasar cinta.
Sayangnya, perubahan diri secara tiba-tiba ini lambat laun akan bikin si pacar ilfeel dan bosan. Di satu sisi, cewek menganggap hal ini sebagai pembuktian cinta, artinya dia telah berkorban untuk pacar. Tapi di sisi lain, cowok malah merasa bosan.”
– Roslina Verauli, M.Psi, Psi, psikolog anak & remaja dan penulis buku Teenager 911
Lebih lanjut lagi, dalam studi berjudul Big Five Personality Stability, Change, and Codevelopment Across Adolescence and Early Adulthood, yang diterbitkan dalam Journal of Personality and Social Psychology, menyebutkan salah satu alasan utama seorang remaja berubah adalah adanya faktor agreeableness (persetujuan) dalam dirinya, yang mencerminkan seberapa besar seseorang ingin disukai orang lain. Hal ini terus meningkat secara beriringan antara remaja laki-laki dan perempuan. Sehingga, seringkali kita mendengarkan pendapat pacar dan berubah sesuai sarannya, karena kita ingin lebih disukai lagi.
“Pertamanya aku bilang ‘iya dicoba dulu berubahnya’ terus akunya kan pasang muka yang dingin lagi, terus kata dia ‘jangan gitu, nanti orang di sekitar kamu enggak nyaman’. Terus aku bilang, ‘ya udah aku emang orangnya kayak gini, kalau enggak bisa terima aku ya udah berhenti aja’. Jadi kayak gitu sih adu argumennya, nanti dia agak nyerah juga.”
- Clara Aprilia Sukandar, 20 tahun, Politeknik Negeri Jakarta
Hal ini berarti sebenarnya sebagian besar remaja cewek Indonesia tahu betul mengenai pentingnya jadi diri sendiri. Tapi, ketika masih ada yang mempertanyakan penting atau enggaknya hal ini, memberikan fakta bahwa masih ada cewek yang merasa enggak masalah jika tidak menjadi diri sendiri.
Tentunya hal ini bisa meresahkan, karena dampaknya tidak hanya kita rasakan di saat sekarang, dan tidak hanya menimbulkan masalah antara kita dan pacar. Ada banyak risiko mengintai jika kita tidak bisa menjadi diri sendiri ketika pacaran.
“Selain kehilangan jati diri, dampak dari remaja yang enggak menjadi diri sendiri saat berpacaran adalah dependency ke pacar yang berlebih sehingga memicu konflik. Hal ini disebabkan karena pihak cowok yang terganggu dengan sikap si cewek yang manja dan bergantung serta pihak cewek yang akhirnya merasa lelah. Lama-kelamaan, remaja jadi enggak bisa memutuskan masalahnya sendiri. Apa-apa selalu minta pendapat pacar. Akhirnya, hilang juga momen remaja bersama teman, momen belajar di ekskul, dan seterusnya.”
– Roslina Verauli, M.Psi, Psi, psikolog anak & remaja dan penulis buku Teenager 911
“Kehilangan jati diri saat berpacaran bisa menimbulkan anxiety, kemarahan, hingga perasaan hopeless yang akhirnya membuat kita jadi suka membangkang, atau mengekspresikan emosi kita dengan cara yang berlebihan yang akhirnya berujung dengan memutuskan hubungan dengan si pacar.”
– Suzanne Lachmann Psy.D dari Psychology Today
Ketika pacar meminta kita untuk berubah, tentunya kita jadi bertanya-tanya apakah perubahan ini demi kepentingan diri kita? Karena itu, penting untuk mengetahui kapan pacar memberikan saran, kapan dia memaksa untuk berubah. Ketika pacar memaksa untuk berubah, kita harus tegas mengatakan enggak, apalagi kalau bukan untuk kebaikan kita.
Perlu diingat, ketika pacar ada usaha untuk mengubah kita sesuka hatinya, itu artinya
Setelah menyadari pentingnya untuk menjadi diri sendiri, kadang kita harus dihadapkan pada kenyataan kalau dalam praktiknya, hal ini sangatlah sulit. Keinginan untuk menjadi sosok yang sempurna, keinginan untuk ‘membuktikan cinta’ seringkali berbenturan dengan keharusan untuk tetap menjadi diri sendiri. Namun, bukan berarti hal ini enggak bisa dilakukan.
Menurut Vera, kita bisa menjadi diri sendiri selama pacaran dengan 2 cara mudah;
“Penting banget jadi diri sendiri. Soalnya, dalam pacaran kan dua orang ya, nah kalau sama-sama bohong jadi chemistry-nya enggak ada, dong. Kalau dia suka nuntut, mendingan putus aja, soalnya buat apa enggak jadi diri kita sendiri dan bikin kita enggak nyaman.”
- Rieke Adrianty, 19 tahun, Universitas Pamulang, Tangerang Selatan
Vera juga menekankan bahwa batasan seorang pacar bisa menuntut kita untuk berubah adalah ketika perubahan yang kita lakukan bertujuan untuk meng-upgrade diri, artinya berubah menjadi versi terbaik kita atau menjadi diri sendiri yang lebih berkualitas.
Pada akhirnya, hubungan pacaran adalah milik dua orang. Sebuah hubungan yang sehat harusnya memperdalam karakter kita masing-masing, bukan untuk mengubahnya menjadi karakter yang kita sendiri merasa enggak nyaman. Begitupun menjadi diri sendiri, enggak sepenuhnya diartikan kita harus menerima kekurangan tanpa melakukan perubahan positif. Tapi, kita juga perlu memberi batasan area mana yang perlu diperbaiki. Karena kita enggak perlu harus mengubah diri sendiri hanya untuk dicintai, kan?