Hal ini membuat pemerintah mengumumkan keadaan darurat pada 16 April, meskipun pembatasannya yang dilakukan enggak seketat negara-negara lain.
Sayangnya, pembatasan ini membuat organisasi pencegahan bunuh diri juga tutup atau mengurangi jam kerja, hingga sekitar 40%.
Beruntungnya, ternyata yang terjadi adalah penurunan angka bunuh diri.
Baca Juga: Jangan Sepelekan, Ini Perjuangan Cewek yang Berhasil Sembuh dari Virus Corona!
Peningkatan angka bunuh diri pada anak-anak
Di tengah penurunan angka bunuh diri dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi peningkatan di antara anak-anak, dengan bullying dan masalah lain di sekolah sering dikaitkan sebagai penyebab bunuh diri.
Apalagi ketika awal tahun akademik, yaitu pada bulan April di Jepang. Waktu ini adalah waktu yang sangat menegangkan bagi sebagian orang.
Namun karena pandemi dan sekolah banyak ditutup, ternyata sudah menyelamatan banyak nyawa untuk sementara waktu.
"Sekolah adalah tekanan bagi beberapa orang muda, tetapi April ini tidak ada tekanan seperti itu," kata Yukio Saito, mantan kepala layanan konseling telepon Federasi Jepang Inochi-no-Denwa. "Di rumah bersama keluarga mereka, mereka merasa aman."
Walaupun begitu, penurunan kondisi ekonomi yang berkepanjangan karena pandemi ini bisa aja menyebabkan rebound dalam kasus-kasus bunuh diri, kata Saito, yang juga menjabat sebagai ketua Asosiasi Jepang untuk Pencegahan Bunuh Diri.
Artikel ini telah tayang di Intisari dengan judul "Dikhawatirkan Meningkat, Tingkat Bunuh Diri di Jepang Justru Menurun 20 Persen Berkat Lockdown Covid-19"
(*)
Baca Juga: Amankah Terima Makanan dari Ojek Online? Ini Jawabannya Menurut Ahli!
Penulis | : | Marcella Oktania |
Editor | : | Marcella Oktania |
KOMENTAR