Seperti yang terjadi pada pembuatan vaksin SARS dan MERS. Menurut penjelasan Neni, kedua vaksin tersebut pengembangannya sudah mencapai fase clinical trial 2 tetapi berhenti karena wabah SARS dan MERS juga berakhir.
Akibatnya, sedikit perusahaan multinasional yang tertarik untuk berinvestasi tinggi pada pengembangan vaksin pandemi.
"Nah, langkah yang bisa dilakukan adalah melalui konsorsium, melalui keterlibatan goverment (pemerintah), keterlibatan global fund (pendanaan global)," ujar Neni.
Baca Juga: Berani Jujur Pada Diri Sendiri Tentang 6 Hal Ini Biar Enggak Mudah Kecewa!
Scalability dan akses
Tantangan ketiga, adalah bagaimana menghasilkan produksi vaksin ini dalam jumlah yang besar, tetapi kurun waktu yang cepat.
Fyi, dalam memproduksi vaksin, umumnya produsen hanya bisa menghasilkan sekitar 10-20 batch per tahun, atau pada skala yang lebih besar bisa mencapai 40 batch per tahun.
Ini juga jadi persoalan yang harus diselesaikan jika vaksin telah ditemukan, karena ada kebutuhan global yang harus dipenuhi selama pandemi masih berlangsung.
"Apabila kita menginginkan herd imunity, berarti 70 persen dari populasi harus diberikan vaksin, dan bagaimana kapasitas itu bisa dipenuhi dalam rangka kemandirian secara nasional," ungkap Neni.
(*)
Artikel ini pernah tayang di Kompas.com dengan judul "Sulitnya Mengembangkan Vaksin Covid-19, Ini 3 Tantangan Utamanya"
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | None |
Editor | : | Elizabeth Nada |
KOMENTAR