CewekBanget.ID - Girls, belum lama ini media sosial dihebohkan dengan beredarnya video selebgram kembar di salah satu platform berbayar.
Video tersebut pun dianggap kebanyakan netizen sebagai bentuk hubungan inses yang dilakukan kedua selebgram kembar itu.
Fyi, inses atau pernikahan sedarah diartikan sebagai hubungan seksual yang dilakukan oleh anggota keluarga berkerabat dekat, misalnya ayah pada anak perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya, paman dengan keponakan dekatnya atau sesama saudara.
Baca Juga: Kulit Selangkangan yang Berwarna Gelap? Ini Cara Mudah Untuk Mencerahkannya!
Yup! bagi masyarakat umum, pernikahan/perkawinan sedarah merupakan sebuah hal tabu atau pantangan.
Penikahan sedarah dianggap tabu baik menurut norma, etika, budaya dan kesehatan.
Soalnya, inses membuat variasi DNA kurang beragam sehingga mungkin menyebabkan anak mendapat penyakit genetik langka.
Walau dianggap tabu oleh sebagian besar masyarakat, tapi ternyata di Indonesia ada suku yang menerapkan tradisi inses atau perkawinan sedarah. lho!
Sekilas tentang suku Polahi
Di Indonesia, tradisi inses ternyata masih diterapkan oleh suku Polahi di pedalaman Gorontalo, tepatnya di daerah pedalaman hutan Gunung Boliyohuto, Gorontalo.
Dilansir dari artikel Kompas pada tahun 2013, orang Gorontalo menyebut warga yang ditinggal di pedalaman hutan Boliyohuto ini sebagai Polahi, yang dalam bahasa Gorontalo berarti pelarian.
"Dulunya mereka ini seperti orang Gorontalo pada umumnya. Namun, pada waktu penjajahan Belanda, mereka lari ke hutan dan memilih tinggal di hutan," ujar juru foto asal Gorontalo, Rosyid Azhar, seperti yang dilansir dari Kompas.com
Baca Juga: Isyana Sarasvati Nyanyikan Lagu Solo Jimin dan Jungkook 'BTS.' Netizen Desak Rilis Full Covernya!
Suku Polahi enggak mengenal agama dan pendidikan, serta cenderung tidak mau hidup bersosialisasi dengan warga lainnya.
Walau beberapa keluarga warga Polahi sudah mulai membangun tempat tinggal tetap, tetapi kebiasaan nomaden (berpindah-pindah tempat) tetap ada.
Warga suku Polahi akan berpindah tempat, jika salah satu dari keluarga mereka meninggal.
Tradisi inses pada suku Polahi
Pernikahan sedarah yang masih diterapkan sampai sekarang, terjadi karena tidak ada pilihan lain, girls.
"Tidak ada pilihan lain. Kalau di kampung banyak orang, di sini hanya kami. Jadi kawin saja dengan saudara," ujar Mama Tanio, salah satu perempuan Suku Polahi yang ditemui di Hutan Humohulo, Pegunungan Boliyohuto, seperti yang dilansir dari Kompas.com
Adalah sebuah hal biasa bagi suku Polahi, ketika ayah melakukan hubungan seksual dengan anak perempuannya sendiri. Atau ketika ibu melakukan hubungan seksual dengan anak laki-lakinya.
Kondisi ini pun diakui oleh satu keluarga Polahi yang tinggal di hutan Humohulo.
Berdasarkan info di artikel Kompas.com tahun 2013, kepala suku pada waktu itu, Baba Manio, meninggal dunia.
Baba Manio memiliki dua istri, yaitu Mama Tanio dan Hasimah. Anak baba Manio dan Mama Tanio adalah Babuta dan Laiya.
Baca Juga: Manfaat Buah Delima Buat Kecantikan. Bantu Atasi Kulit Kering!
Babuta yang kini mewarisi kepemimpinan Baba Manio menikahi adiknya sendiri, anak dari perkawinan Baba Manio dengan istri keduanya, Hasimah.
Fakta lainnya, Hasimah ternyata merupakan saudara dari Baba Manio.
"Kalau mau kawin, Baba Manio membawa mereka ke sungai. Disiram dengan air sungai lalu dibacakan mantra. Sudah, cuma itu syaratnya," ujar Mama Tanio seperti dikutip dari Kompas.com.
Yup! bagi suku Polahi, pernikahan sedarah jadi salah satu cara untuk mempertahankan keturunan Polahi.
Baca Juga: Resep Cloud Bread, Roti Warna-warni yang Lagi Viral di TikTok!
Fakta lain yang engagk kalah mencengangkan, "Yang mengherankan, tidak ada dari turunan mereka yang cacat sebagaimana akibat dari perkawinan satu darah pada umumnya," ujar Ebbi Vebri Adrian, seorang juru foto travel yang ikut menyambangi suku Polahi, dikutip dari artikel Kompas.com pada tahun 2013.
Meskipun begitu, belum ada penelitian lebih lanjut tentang akibat dari tradisi inses atau perkawinan sedarah pada suku Polahi.
(*)
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Elizabeth Nada |
Editor | : | Elizabeth Nada |
KOMENTAR