CewekBanget.ID - Tahu sosok Bu Tejo dalam film 'Tilik', girls?
Karakternya digambarkan sebagai orang yang suka membicarakan orang lain atau penggosip, dan dianggap sebagai gambaran dan cerminan masyarakat masa kini.
Enggak cuma Bu Tejo, kita pasti sering banget melihat fenomena orang-orang bergosip atau bergunjing. Atau jangan-jangan kita salah satu yang melakukannya>
Nah, rupanya kebiasaan bergosip ini ada penjelasan ilmiahnya, lho!
Baca Juga: Awas Jadi Bahan Gosip Sekitar, 3 Zodiak ini Susah Menjaga Rahasia
Gosip
Gosip memang lekat dengan kehidupan sehari-hari, baik itu obrolan di sekolah atau kampus, berbagi berita keluarga, atau teks grup antar teman.
Memang enggak dapat dipungkiri, setiap orang punya kecenderungan untuk berbicara tentang orang lain.
Faktanya, sebuah studi observasi tahun 1993 menemukan bahwa cewek dan cowok nyaris seimbang dalam kebiasaan bergosip.
Dalam penelitian tersebut, partisipan cowok menghabiskan 55% waktu percakapan, sedangkan partisipan cewek menghabiskan 67% waktu percakapan pada 'diskusi tentang topik yang relevan secara sosial.'
Definisi Ahli
Orang cenderung menganggap gosip identik dengan rumor jahat, fitnah, atau penyebaran berita yang menghebohkan.
Namun para peneliti sering mendefinisikannya secara lebih luas.
"Kami mengartikannya sebagai bicara tentang orang yang tidak ada," kata Megan Robbins, asisten profesor psikologi di The University of California, Riverside mengutip Time.
"Itu adalah sesuatu yang sangat alami bagi kami, bagian integral dari percakapan, berbagi informasi, dan bahkan pembangunan komunitas," lanjut Megan.
Sedangkan menurut David Ludden, profesor psikologi di Georgia Gwinnett College dan penulis The Psychology of Language: An Integrated Approach, gosip belum tentu berarti negatif, bahkan bisa positif atau netral.
Baca Juga: Ini 4 Zodiak Paling Bermuka Dua. Sering Gosip & Ngomongin Orang Lain!
Gosip 'Netral'
Dalam meta-analisis 2019 yang diterbitkan dalam jurnal Social Psychological and Personality Science, Robbins dan rekannya menemukan bahwa, dari rata-rata 52 menit sehari, 467 subjek menghabiskan waktu untuk bergosip, tiga perempat dari gosip itu sebenarnya netral.
Salah satu subjek misalnya, berbicara tentang seseorang yang menonton banyak film untuk mengikuti perkembangannya.
Hanya sebagian kecil dari percakapan yang dianalisis, yakni sekitar 15%, yang dianggap sebagai gosip negatif.
Hal itu meskipun gosip positif masih menjadi bagian yang lebih kecil, hanya 9%.
Jadi, meskipun benar bahwa orang-orang dapat menghabiskan banyak waktu untuk berbicara tentang teman sebayanya, sering kali obrolan itu 'enggak berbahaya.'
Baca Juga: Jangan Sampai Ketahuan Bergosip di Kota Ini, Ada Hukuman yang Menanti!
Beberapa peneliti berpendapat bahwa gosip membantu nenek moyang kita bertahan hidup.
Psikolog evolusioner Robin Dunbar pertama kali memelopori gagasan ini, membandingkan gosip dengan primata yang menggunakannya sebagai alat bonding.
Sementara itu menurut Ludden, sekarang kita berbicara mengenai masuknya gosip karena obrolan kebanyakan berbicara tentang orang lain dan menyampaikan informasi sosial.
Bergosip, menurut penelitian Dunbar, memberi manusia kemampuan untuk menyebarkan informasi berharga ke jaringan sosial yang sangat besar.
"Gosip dalam arti luas ini memainkan sejumlah peran berbeda dalam mempertahankan kelompok yang berfungsi secara sosial dari waktu ke waktu," ujar Dunbar.
Ludden menjelaskan, kita adalah makhluk sosial dan ini sangat membantu untuk mendapatkan informasi tentang orang dari orang lain ketika jaringan ini terlalu besar untuk kita amati."
Dalam sebuah studi tahun 2015 yang diterbitkan dalam Social Neuroscience, para ilmuwan mengamati pencitraan otak cewek dan cowok saat mereka mendengar gosip positif dan negatif tentang diri mereka sendiri, sahabat, dan selebriti mereka.
Orang yang mendengar gosip baik atau buruk tentang diri mereka sendiri, serta gosip negatif secara umum, menunjukkan lebih banyak aktivitas di korteks prefrontal otak mereka, yang merupakan kunci kemampuan kita untuk menavigasi perilaku sosial yang kompleks.
Kegiatan ini menandakan subjek menanggapi gosip dan wawasannya.
Hal ini terkait dengan keinginan manusia untuk dilihat secara positif oleh orang lain dan cocok secara sosial, terlepas dari apakah ini mencerminkan apa yang sebenarnya kita rasakan.
(*)
Penulis | : | Salsabila Putri Pertiwi |
Editor | : | Indah Permata Sari |
KOMENTAR