Polemik ini turut membuat pengamat sosial budaya dari Universitas Indonesia, Dr Endang Mariani M.PSi angkat bicara.
Menurutnya, polemik tentang pelarangan penggunaan kata anjay bukan merupakan sebuah bahasan yang produktif untuk saat ini.
"Jujur, awalnya, jauh sebelum polemik kata ini muncul, saya terkaget-kaget mendengar anak-anak sekarang dengan mudah menyebut kata "anjing", "anjir", "nyet" dan lain sebagainya," kata Endang kepada Kompas.com, Selasa (1/9/2020).
Sebab, menurut persepsinya, kata-kata tersebut bermakna umpatan.
Endang mengatakan bahwa pihaknya sempat menegur anak-anak yang menggunakan kata-kata tersebut.
Baca Juga: Menambah Networking dan 4 Manfaat Magang yang Berguna untuk Kita!
Namun, ternyata jika dipahami, kata-kata ini tidak selalu berarti umpatan.
"Bisa jadi kata-kata itu adalah cara mereka berkomunikasi dengan teman-temannya yang sudah memiliki kedekatan. Sebagai bahasa gaul," ungkap Endang.
Kata-kata tersebut, mungkin bagi sebagian orang dianggap tidak pantas, namun itu diucapkan dengan candaan, sehingga orang yang menjadi sasaran pengucapan kata itu dapat menerimanya tanpa tersinggung.
Istilah "makian" dalam pergaulan
Lebih lanjut Endang menjelaskan bahwa secara budaya, ada istilah yang dikenal dengan eufemisme.
Artinya, mengganti sebuah kata dengan ungkapan yang dirasakan kasar, atau dianggap tidak menyenangkan.
"Banyak budaya memiliki kata-kata tabu untuk diucapkan, sehingga muncullah berbagai perumpamaan," imbuh Endang.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | None |
Editor | : | Indah Permata Sari |
KOMENTAR