Secara umum, toxic positivity adalah ungkapan yang digunakan untuk menggambarkan perilaku menjaga optimisme, harapan, dan suasana yang baik, meski berada dalam situasi negatif atau stres.
Kalimat yang menyuruh kita untuk selalu melihat sisi positif atau terus-menerus meyakinkan kalau semua akan baik-baik saja saat seseorang sedang terpuruk atau tertekan merupakan contohnya.
Padahal, toxic positivity justru dapat menimbulkan dampak emosional sebab kita dipaksa untuk tetap cerah di dalam masa-masa yang penuh tekanan tanpa bisa mencurahkan apa yang dirasakan.
Bahkan, toxic positivity dapat merusak persahabatan jika kita membiarkan orang lain hanya mengungkapkan hal-hal positif yang sebenarnya enggak sesuai dengan realitas sosial.
Maka dari itu, keseimbangan di dalam hidup adalah kuncinya.
Kita boleh saja mengekspresikan hal positif dengan cara yang produktif ketika itu benar-benar penting, tetapi kita juga perlu membiarkan diri untuk mengeluh atau mengeluarkan unek-unek tanpa berlebihan.
Nah, berikut ini ada beberapa cara agar kita dapat menggunakan pikiran yang positif dengan tepat.
Baca Juga: Sering Diam-diam Berdonasi, Kim Yoo Jung Dinobatkan Sebagai Donatur Termuda ChildFund Korea
Jadi Agen Perubahan
Ada kalanya kita merasa jengah dengan orang-orang yang memanipulasi rasa positif di dalam dirinya.
Inilah kesempatan kita menjadi agen perubahan untuk mengungkapkan gagasan bahwa enggak semua orang harus memiliki hari-hari yang baik karena itu siklus kehidupan.
Memang, hal ini membutuhkan usaha yang lebih, tapi itu bisa membuat orang-orang jadi lebih kritis dan dapat memahami kondisi mereka.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | None |
Editor | : | Indah Permata Sari |
KOMENTAR