Menurut Bond, kepunahan massal kala itu terjadi karena erupsi Emeishan Traps, kini terletak di provinsi Sichuan, Tiongkok. Erupsi melepaskan banyak karbon dioksida, membuat laut mengalami pengasaman dan kekurangan oksigen.
Penelitian tentang peristiwa Capitanian dibutuhkan sebab, sejak diketahui 20 tahun lalu, peristiwa itu belum dikategorikan sebagai kematian massal.
(Baca juga: NASA Buat Bola Bumi Mosaik Dari Foto Selfie)
Kiamat Permian Akhir
Ada kematian massal yang lebih besar berpaut 12 juta tahun dari peristiwa Capitanian. Peristiwa yang disebut Kiamat Permian Akhir itu memusnahkan 96 persen spesies di muka Bumi. Karena terpaut singkat, sering kali Captanian dan Permian Akhir dianggap satu.
Karena belum banyak diteliti dan minim bukti dampak, Capitanian juga sering dianggap hanya kiamat regional, bukan global.
Dengan hasil penelitiannya, Bond yakin bahwa Capitanian merupakan peristiwa yang terpisah dengan Permian Akhir. Ia juga yakin bahwa peristiwa itu bisa dikatakan kematian massal yang global.
Tidak pihak semua setuju
Meski demikian, tak semua setuju bahwa peristiwa Capitanian bisa dikatakan kiamat global. Salah satunya Matthew Clapham dari University of California di Santa Cruz.
"Hilangnya beberapa lusin spesies di suatu daerah tak menjadikan sebuah peristiwa sebagai kematian massal," katanya seperti dikutip BBC, Selasa (21/4/2015). Namun, Clapham mengakui bahwa hasil riset Bond menyuguhkan fakta menarik di Spitsbergen pada jutaan tahun lalu.
(Baca juga: Kebiasaan Kecil yang Bisa Menyelamatkan Bumi)
(yunanto/kompas.com, foto: bbc.com, news.sciencemag.org)
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR