"Ai!!"
Blues melengos cepat. Membekap mulutnya seketika. Tio mendekati mereka. "Sori baru baca bbm loe. Mau nanyain apa?" tanya Tio, akrab. Mata cowok itu ramah ke arah Aisha. Lalu matanya menoleh ke arah Blues yang masih mengusap-usap bibirnya. "Man, entar pulang sekolah, ya," ujarnya. Blues mengangguk lalu berjalan menjauhi mereka. Aisha menautkan alis. Aneh. Bagaimana mungkin seorang Blues yang super kalem dan selalu jaim itu mengenal Tio? Ada yang salah.
"Enggak jadi deh. Masuk yuk, keburu bel," ujar Aisha. Tio menyeringai. Menyikut lengan Aisha yang tertutup lengan seragam sekolah yang panjang.
**
Blues Errista.
Mata Aisha masih terpaku ke buku absen di hadapannya kala seseorang menggamit bahunya. "Blues," bisiknya. Merasa bersalah karena tatapan mata cowok itu tengah menelusuri apa yang sedang dilihatnya.
"Kamu anaknya Tante Kikan, ya?" tanya Blues. Aisha mengangguk.
"
Ternyata kamu si Errista yang Mama dan Tante Sera perbincangkan itu," ujarnya. Mata cowok itu perlahan redup. Merasa malu karena ada seseoang seperti Aisha, teman yang sejak awal membius perhatiannya, yang mengetahui situasi itu. Mamanya tega membawanya memeriksa kejiwaan. Tanpa sebab yang jelas.
"Mama mengira aku gila," ujarnya dengan senyum terpaksa yang menyiratkan luka. Aisha mengernyit. Mencerna kata-kata yang keluar dari bibir Blues seiring roman wajahnya yang sedih.
"Maksud kamu?" tanya Aisha penasaran. She's Like a Star mengusik kesunyian mendadak itu. Blues meraih ponsel di saku seragamnya, "Iya. Iyaa...aku beneran di sekolah. Masa enggak percaya, sih?" dengan kesal, Blues mematikan hapenya dan melangkah keluar. Aisha mengernyit sejenak, lalu tersenyum. Mencoba mengulangi nada-nada ringtone milik Blues yang melankolis, untuk panggilan dari Mama.
Sekejap ide itu muncul dalam benaknya. Diraihnya Blackberry Gemini kesayangannya dan mencari nomor yang kemarin malam menelponnya guna meminta bantuan.
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR