Kata siapa ulat itu tidur di dalam kepompongnya? Ia sedang membuat sayap kupu-kupu yang indah. Apa kau tidak percaya? Cepat, lihatlah. Di hadapanku ada ulat itu. Ia akan segera terbang.
Kepala lucunya muncul dari dalam, menyeruak selubung yang beberapa waktu mengurungnya. Pelan dan pelan, tapi pasti. Lihat, sayap itu mulai keluar. Warnanya hijau! Cantik bukan main.
Sayap itu...
Menyeruak.
Terbang.
Begitu cepat. Secepat dunia yang berubah. Dari purba menjadi modern. Dari nomaden yang berpindah-pindah menjadi maden, yang punya tempat tinggal tetap. Dari gua menjadi bangunan rumah yang begitu nyaman.
"Diajeng, kau sedang berpikir apa lagi?" seseorang mengagetkanku. Perempuan tengah baya itu guruku. Ia beberapa kali memergoki aku yang diam, sekadar melihat kepompong seperti saat ini. Seperti menerka apa yang sedang kukerjakan.
Kutunjukkan kepompong kosong. Guruku melihat miris kepompong itu. Ah, tidak. Jangan melihat seperti itu. Rumah kepompong begitu kuat. Lihat saja, rumah itu bisa mengering bahkan membatu hingga bertahun lamanya.
"Kau harusnya bermain dengan teman-temanmu, bukan berada di sini," Bu Guru menepuk pundakku. Aku mengangguk. Pergi. Bukan pergi bermain, tapi memilih masuk ke dalam kelas.
***
Saat jam istirahat, kelas ini jadi sepi. Semua anak ke kantin, ke lapangan, ke perpustakaan atau kemana pun sesuka hati mereka. Kubuka buku gambar yang ada di laci meja. Ada banyak kupu-kupu yang kugambar di sana.
Entah sejak kapan aku begitu tergila-gila dengan kupu-kupu. Di kamarku sangat banyak poster dan foto-fotonya. Aku juga punya kostum sayap kupu-kupu. Meskipun jika aku menggunakannya, aku lebih mirip peri. Bukan kupu-kupu.
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR