"Enak saja, ini gue yang beli!" Fahmi cengengesan.
Fahmi bilang apaan? Dia yang beli? Jelas-jelas gue nemu di motor gue.
***
Pagi lagi. Lagi-lagi pagi. Kenapa harus sekolah lagi? Phew. Sekolah juga masih sepi. Kenapa sih aku kalau datang ke sekolah selalu awal? Kan sendirian terus kalau pagi-pagi.
Aku berjalan melewati lorong kelas. Kubuka tas abu-abuku. Mengcek isi tas. Buku pelajaran ada, kotak pensil ada, hape ada, kotak cokelat ada, dompet juga ada.
"Kunci! Bahaya nih kalau ada maling pagi-pagi buta!" seruku. Aku segera berlari ke parkiran.
Sesampainya di sana. Apa yang aku lihat?! Ada cowok berjaket cokelat menghampiri motorku sambil celingak-celinguk. Mencurigakan.
Aku segera mengikutinya dari belakang. Pelan-pelan. Sambil terus mnjaga jarak. Dia mengeluarkan sebuah kantong plastic dari dalam tasnya.
"Hei! Mau ngapain lo?" gertakku keras.
Kantong plastic yang dipegangnya jatuh ke tanah. Dia terdiam. Tidak berani menatapku yang berdiri dibelakangnya.
"Oi!" getakku sekali lagi. Dia tetap diam. Aku menarik pundaknya. Kuputar tubuhnya ke hadapanku.
Kami bertatapan. Sekarang giliran aku yang terdiam. Tampak sosok cowok putih , tinggi, bersih, rapi, ada tahi lalat dibawah bibirnya. Fahmi. Aku bahkan tidak menyadari kalo orang yang kuamati dari tadi berseragam SMA.
"Mi, lo ngapain motor gue?"
"Gue?" Fahmi menghalihkan pandangannya.
"Ya iya lo. Lo ngapain motor gue?' tanyaku ulang.
"Gue suka sama lo,"
Aku tambah bingung. Apa hubungan motor sama Fahmi suka sama gue. Jawabannya enggak nyambung.
Fahmi mengambil kantong plastik miliknya yang terjatuh di tanah.
"Ini buat lo," ucapnya dan menyerahkannya kantong itu padaku. Aku jadi tambah bingung. Kubuka kantong itu, kulihat cokelat-cokelat yang waktu itu aku temukan di motorku.
"Jadi lo?" seruku memastikan.
"Iya, gue suka lo, gue yang gantung kantong itu di motor lo, bukan orang yang salah motor,"
Aku Cuma bisa diam. Enggak nyangka. Padahal hari-hariku berlalu seperti biasa. Kenapa ada orang yang sengaja perhatiin aku, suka sama aku, aku enggak nyadar sama sekali?! Aku ngerasa bersalah.
"Mi, gue enggak nyangka banget lo suka sama gue, gue hargai banget! Dan gue juga tahu lo cowok yang baik, tapi apa lo yakin suka sama cewek yang amburadul kayak gue?"
"Namanya juga suka, mana bisa gue milih-milih suka sama orang. Suka ya suka," jawab Fahmi sambil menggerekkan bola matanya ke kanan dan sesekali ke kiri.
"Kalau gitu, gue juga sama," ucapku sambil tersenyum malu. Fahmi langsung menatapku. Sebuah senyuman manis pula terbentuk dibibirnya.
Perasaan kita emang enggak bisa ditebak. Dan aku juga enggak tahu apa yang mendorongku buat bilang iya ke Fahmi. Tapi yang pasti perhatiannya mulai membuatku merasa 'jatuh cinta.
"Cokelat yang buat aku dikasih makan nasehat hampir tiap hari sama orangtuaku. Cokelat juga yang Bantu aku menghilangkan stress dinasehati sama orangtuaku. Cokelat juga yang buat aku diperhatiin Fahmi. Dan cokelat juga yang buat aku mulai merasakan cinta.
Oleh : Hilda Zanitta
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR