(Baca juga: Demi Lovato, Tertantang dengan Peran Kontroversial di Glee)
Proses belajar
"Dalam teori di atas sebetulnya kalau dicermati ada tergabung teori lain, yaitu teori belajar. Teori belajar intinya mau mengatakan kalau seseorang itu bisa jadi gay karena proses belajar. Proses belajar ini secara lebih luas bisa juga diaplikasikan ke lingkungan. Misalnya belajar dari alat-alat komunkasi audio visual. Belajar dari orang lain. Termasuk belajar coba-coba," terang Dharmayati lagi.
Belajar dari alat-alat komunikasi audio visual bentuknya seperti nonton film, acara televisi yang berbau gay. Kalau yang dimaksud dengan belajar dari orang lain. Misalkan ada seorang tokoh yang sosoknya dikagumi. Dia adalah seorang gay yang berprestasi dan punya banyak kelebihan.
(Baca juga: Josh Hutcherson Mendukung Edukasi Gay Rights)
Nah, karena yang lebih keliatan prestasi dan segambreng kelebihannya itu, penilaian kita terhadap gay jadi berbeda. Enggak masalah jadi seorang gay, yang penting berkualitas. Penilaian kayak gini sedikit banyak ngaruh ke kita juga tentang hakikat gay.
Tapi, kita enggak perlu was-was atau langsung nge-judge macem-macem kalau punya punya teman gay.
Bukan penyakit
"Ada satu lagi yang mau saya kasih tau. Saya cuma mau ingatkan gay itu bukan penyakit. Being a gay is a choice. Kalau kamu memang mau jadi gay itu adalah pilihan kamu. Tapi kalau enggak, itu juga pilihan kamu. Semua orang punya hak untuk memilih menjadi gay," tandasnya.
(Baca juga: Chris Colfer Selalu Jadi Diri Sendiri)
(ega/ hai-online.com, foto: glee.wikia.com, tumblr.com)
Penulis | : | cewekbanget |
Editor | : | CewekBanget |
KOMENTAR