Hari ini lipstick pesanan saya dari sebuah produsen makeup lokal datang ke meja kantor. Hati saya menjerit kesenangan seperti biasa yang saya rasakan ketika barang online shop sampai di pangkuan. Apalagi lipstick ini sempat out of stock beberapa kali. Seiring dengan wand liquid lipstick tersebut mewarnai bibir dengan rona cokelat kemerahan, sesuatu mengganggu pikiran saya. “Kenapa, sih, cewek harus dandan?”
Kenapa kebanyakan dari kita, sebagai cewek, rela menyisihkan waktu setiap hari demi memakai bedak, pensil alis, lipstick, eye liner, maskara dan lain sebagainya. Karena kalau dihitung-hitung kita butuh waktu sekitar 10 menit setiap hari untuk bersolek. Ini berarti 10 menit x 365 hari = 3650 menit atau 60,8 jam atau kita menghabiskan 2,5 hari dalam setahun untuk mengulas makeup. Kenapa oh kenapa kita rela melakukan hal ini?
Jawaban simpelnya tentu karena kita ingin kelihatan cantik. Lalu pertanyaan akan bertambah, standar kecantikan seperti apa? Cantik menurut siapa? Menurut kita atau orang lain?
Alicia Keys meluncurkan gerakan #nomakeup. Alicia dengan berani menyatakan bahwa ia tidak akan memakai makeup lagi. Semua dimulai karena Alicia merasakan kegusaran bahwa sebagai cewek ada aturan dari masyarakat tentang cantik atau tidaknya seseorang.
“Setiap saya keluar dari rumah saya cemas bila tidak memakai makeup. ‘Gimana kalau ada orang yang mengajak foto bareng? Gimana kalau mereka posting foto itu di socmed?’ Rasa kurang percaya diri ini memang kesannya dangkal, tapi itu yang saya rasakan. Dan semua itu berdasarkan karena ketakutan akan penilaian orang lain tentang saya,” jelas Alicia Keys.
Awalnya makeup enggak cuma buat perempuan
Sejarah mencatat bahwa makeup sudah mulai digunakan di Mesir sejak 4000 SM. Kala itu cewek dan cowok (catet, makeup enggak tergantung sama gender!) sudah mulai membentuk mata menggunakan kohl yang terbuat dari almond yang sudah dibakar, tembaga yang dioksidasi dan berbagai kandungan mineral lain.
Ini merupakan cikal bakal terciptanya eyeliner yang berjasa banget membuat mata jadi lebih tegas dan tajam. Pada masa tersebut mata berbentuk almond menjadi standar kecantikan ideal.
Bisnis makeup telah menjadi bisnis yang menguntungkan, bahkan dikenal sebagai ‘recession proof’ atau kebal melawan kemerosotan tingkat ekonomi. Istilah ‘the lipstick effect’ dikenal sebagai strategi cewek tetap membeli hal-hal yang meningkatkan kecantikannya saat menghadapi krisis moneter.
Sebuah studi berjudul Mating, Spending, and the Lipstick Effect yang dilakukan tahun 2012 mengatakan bahwa nenek moyang kita saat menghadapi masa-masa sulit seperti sulit mendapatkan makanan, maka akan memprioritaskan untuk mencari pasangan hidup. Sehingga lipstick effect ini adalah dorongan primitif cewek untuk tampil menarik agar menarik perhatian lelaki, terutama mereka yang mapan. O’ow *keselek*
Enggak heran banyak produsen makeup yang menggunakan strategi marketing bahwa cowok akan lebih tertarik sama kita saat memakai makeup demi penjualan lebih tinggi. Iklan memang sangat berpengaruh saat membeli makeup. Gara-gara ada produk makeup di Inggris yang menggunakan Hellen Mirren (bintang film Inggris yang berumur 71 tahun) sebagai model iklan, konsumen dari kelompok cewek umur 50 tahun ke atas di Inggris mengalami peningkatan daya beli yang luar biasa dibanding umur lebih muda.
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR