“Entah kenapa aku memang sering naksir sama cowok rebel gitu, sih, tapi rebel di sini masih dalam tahap wajar kok. Di sekolah dia terkenal sebagai cowok cool gitu. Dingin-dingin bikin penasaran gitu, sih. Mungkin karena penasaran itu aku jadi ngedeketin dia. Pengin tahu aja, apa sama orang yang dia sayang dia sedingin itu juga.” (Bella, 18 tahun, BSD)
Persepsi Kalau Cowok Baik Itu Membosankan
Yup, mau tidak mau kita harus mengakui kalau di sekitar kita, persepsi kalau cowok baik itu membosankan terasa sangat jelas. Sehingga, cowok baik enaknya ya jadi sahabat aja. Semacam ada kurang tantangannya gitu, deh. Padahal, kalau dipikir baik-baik, justru cowok baik inilah yang sebenarnya kita butuhkan.
“Aku pernah dekat sih sama cowok yang baik banget. Tapi ya jadinya bosan, kayak enggak ada tantangannya gitu. Trus enggak jadi jadian karena aku enggak suka lagi.” (Ayu. 19 tahun, Jakarta).
Ternyata ada sisi positifnya kita naksir bad boy. Buka halaman selanjutnya untuk tahu hal ini.
Ternyata, ada penjelasannya nih kenapa kita bisa suka sama bad boy meski kita sendiri sadar kalau kemungkinan untuk sakit hati lebih gede ketika pacaran sama bad boy. Karena pada dasarnya kita ingin belajar, dan belajar dari pengalaman adalah salah satu proses dari tumbuh dewasa.
Ada sebuah quotes anonymous yang cocok untuk menggambarkan keadaan ini. “No girl like a nice guy, we all like a bad boy. The reason why, the bad ones help us learn after we got hurt. The nice guys won’t hurt us, so we’ll never learn.”
Dengan kata lain, cowok baik tentunya akan memperlakukan kita dengan baik dan kecil kemungkinan dia akan melakukan sesuatu yang menyakiti kita. Sehingga, kita terlanjur menerima dia begitu saja alias taken for granted.
Dengan merasakan sakit hati, kita jadi belajar untuk lebih menghargai diri kita dan belajar untuk lebih dewasa. Lihat di sini kenapa sekali dalam seumur hidup, sebaiknya kita merasa patah hati.
Penulis | : | Ifnur Hikmah |
Editor | : | Ifnur Hikmah |
KOMENTAR