Pernah mendengar istilah “love is blind” alias cinta itu buta? Perasaan cinta kita kepada seseorang yang membuat kita melakukan segalanya. Seperti yang terdapat kisah-kisah novel legendaris seperti Romeo dan Juliet atau film romantis Titanic, di mana kisah Jack dan Rose begitu menyentuh perasaan. Apapun akan kita lakukan, selama melihat ia bahagia. Karena pengorbanan adalah segalanya dan kebahagiaan dia adalah kebahagiaan kita juga.
Apakah benar seperti itu? Apakah benar kebahagiaan dia adalah kebahagiaan kita juga? Mengapa kita enggak melihat ke dalam diri sendiri terlebih dahulu, apa yang membuat kita bahagia? Apakah benar hubungan yang selama ini kita jalani selalu membuat kita tersenyum?
“Aku pernah pacaran dengan seorang cowok yang… cemburuan banget! Dia enggak suka ketika aku dekat dengan teman cowok lain, enggak suka aku pergi dengan cowok lain meski itu rame-rame dan semuanya juga teman. Dia melarang aku dan awalnya aku pikir hal itu karena dia sayang sama aku. Tapi lama kelamaan aku jadi tersiksa sendiri.” (Becca, 17 tahun)
Benarkah apa yang pacar kita lakukan selama ini benar-benar dilandaskan dengan rasa sayang? Atau semuanya hanya mengikuti ego mereka sendiri saja? Dan kita percaya dengan kata-kata, “Aku sayang sama kamu, makanya…” dan sederet aturan yang ia berikan untuk kita. Padahal orangtua kita saja enggak melarang kita untuk bergaul dengan siapapun. Lantas kalau sudah begini, apa yang harus kita lakukan? Klik halaman berikutnya, ya!
Pacar Sempurna Itu Enggak Ada
Menurut Aaron Ben-Zeev, Ph. D., penulis buku In the Name of Love: Romantic Ideology, seseorang sering terbuai dengan kriteria pacar yang begitu ideal, seperti menarik, setia, berkecukupan, dan melakukan segalanya hanya untuk pasangannya. Khalayan ini akhirnya membuat seseorang punya ekspetasi tinggi kepada pasangannya dan seringnya membuat ia melakukan segalanya, bahkan untuk mengorbankan dirinya sendiri. Padahal cinta enggak seperti itu, cinta enggak menuntut namun saling memahami. Saling memberikan perhatian satu sama lain.
Mungkin saat ini kita melihat begitu banyak tipe cowok idaman dari novel yang kita baca atau drama yang kita tonton, namun pada kenyataannya harus kita pahami bahwa cowok sempurna itu enggak akan pernah ada. Cowok akan selalu punya kekurangan, begitu pula dengan kita yang juga enggak sempurna.
“Aku dulu selalu menuntut pacarku untuk romantis, padahal aslinya dia orang yang super cuek. Aku menuntut untuk dibelikan cokelat atau bunga, meski menurutnya itu aneh banget. Aku enggak sadar kalau aku sudah membentuk dia jadi pribadi lain dan sebenarnya dia enggak nyaman.” (Adelia, 20 tahun).
Penulis | : | Debora Gracia |
Editor | : | Debora Gracia |
KOMENTAR