Siapa sih yang enggak kenal Harry Potter? Tokoh penyihir yang diciptakan oleh J.K. Rowling ini emang enggak pernah berhenti bikin kita bosan. Terlebih lagi dengan dunia sihir yang diciptakan begitu nyata ssampai bikin kita pengin hidup di dalamnya.
Cerita Harry Potter enggak hanya menarik dari segi plot dan karakternya saja, tapi di dalamnya juga terdapat unsur psikologi yang bisa digali. Yuk bongkar 10 pelajaran psikologi yang kita temui di Film Harry Potter!
(Baca juga: 7 Hal Yang Sebaiknya Kita Lakukan Kalau Orang Tua Selingkuh)
Sistem Asrama Hogwart
Dalam sekolah sihir Hogwart, kita mengenal empat asrama, Gryffindor, Slytherin, Hufflepuff, dan Ravenclaw. Dibalik sistem penempatan asrama ini, ternyata mengandung pelajaran psikologi yang dinamakan social tribal effect.
Istilah ini menjelaskan tentang orang-orang yang memiliki kesamaan berkumpul dalam suatu kesatuan dan saling loyal satu sama lain. Meskipun kadang hal ini enggak selalu berdampak baik. Misalnya dalam kasus penempatan asrama Slytherin.
Orang-orang di Slytherin digambarkan memiliki karakter yang licik. Karena merasa memiliki karakter yang sama, orang-orang Slytherin pun akan semakin kompak dan loyal terhadap satu sama lain, hingga memunculkan anggapan ‘us vs the world.’
Dobby
Nama peri rumah Dobby, digunakan sebagai nama konsep psikologi yang ditemukan oleh Nellisen dan Zeelenberg di tahun 2009, yaitu Dobby Effect.
Dobby effect adalah keadaan di mana kita selalu merasa bersalah terhadap hal yang telah kita lakukan kepada orang lain. Keadaan ini, bikin kita kerap meminta maaf dan merasa bersalah.
Pada dasarnya, merasa bersalah enggak sepenuhnya buruk, karena artinya kita masih memiliki moral. Namun, merasa bersalah yang berlebihan bisa berdampak terhadap mental kita, karena kerap menyalahkan diri sendiri.
Harry Potter dan PTSD
Penulis | : | Indra Pramesti |
Editor | : | Indra Pramesti |
KOMENTAR